ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Persalinan nan melangkah tidak sesuai rencana kerap memengaruhi psikis ibu dan berbuntut trauma. Sering kali, trauma melahirkan pengaruhi skill ibu baru menyusui pada akhirnya.
Sebagai ibu, memimpikan persalinan lancar tentu menjadi angan terbesar. Namun, persalinan tidak selalu dapat diprediksi ya, Bunda. Adakalanya, persalinan begitu susah dan menciptakan pengalaman melahirkan nan terasa traumatis dan bisa berakibat signifikan pada periode pasca persalinan.
Dalam perihal ini, membahas trauma persalinan sangatlah krusial lantaran perihal tersebut memvalidasi pengalaman mereka nan sedang berjuang dan membantu memahami bahwa mereka tidak sendirian.
Apa itu trauma persalinan?
Trauma berbudi pekerti subjektif, artinya apa nan dianggap traumatis oleh satu orang, mungkin tidak bagi orang lain. Trauma persalinan merujuk pada peristiwa nan menyedihkan selama kehamilan, persalinan, namalain periode pasca persalinan.
Sebagian orang mungkin meremehkan pengalaman mereka dan berpikir, "Itu tidak seburuk nan seharusnya," atau, "Yang lain mengalaminya lebih buruk." Namun, jika Bunda merasa tidak nyaman dengan pengalaman tersebut namalain mengalami indikasi seperti kilas balik, mimpi buruk, kecemasan, kemarahan, rasa bersalah, namalain kesedihan, krusial untuk mendapatkan support baik dari family ataupun dokter.
Penyebab trauma melahirkan
Sebanyak 1 dari 3 wanita di Australia menggambarkan kelahiran mereka sebagai traumatis. Banyak aspek nan dapat menyebabkan trauma kelahiran, dengan penelitian terkini menyoroti bahwa salah satu aspek terbesar adalah perawatan nan diterima oleh penyedia jasa kesehatan.
Hal ini tidak selalu tentang keadaan darurat namalain hasil nan tidak diharapkan. Terkadang, ini tentang gimana seseorang membikin seseorang merasa diperlakukan. Apakah mereka merasa didengarkan, diperhatikan, dan diakui. Mendapatkan info sebelum kelahiran merupakan langkah krusial untuk membantu seseorang merasa berkekuatan untuk menyuarakan apa nan mereka inginkan dan memperjuangkan diri sendiri.
Trauma persalinan pengaruhi pemberian ASI?
Trauma kelahiran dapat memengaruhi pemberian ASI dalam beberapa cara, baik secara corak maupun emosional ya, Bunda. Berikut ini ulasan lengkapnya:
1. Tantangan fisik: Cedera akibat kelahiran traumatis, seperti robekan perineum nan parah namalain luka operasi caesar, dapat menyebabkan rasa sakit, sehingga susah menemukan posisi menyusui nan nyaman. Bayi nan mengalami trauma saat lahir mungkin juga mengalami kesulitan untuk menyusu namalain menyusu secara efektif. Kontak kulit ke kulit dapat membantu dalam ikatan dan memulai menyusui. Jika Bunda merasakan sakit fisik, manajemen nyeri nan tepat dan support dengan posisi menyusui nan nyaman dapat membantu.
2. Dampak emosional dan psikologis: Trauma kelahiran dapat menyebabkan stres, kecemasan, depresi pasca persalinan, dan PTSD. Tantangan emosional ini dapat mengganggu produksi ASI, lantaran tingkat stres nan tinggi dapat memengaruhi hormon oksitosin, nan bertanggung jawab untuk produksi ASI seperti dikutip dari laman Lactamo.
3. Dukungan dan kepercayaan diri: Merasa tidak didukung namalain disalahpahami setelah kelahiran traumatis dapat merusak kepercayaan diri ibu dalam menyusui. Trauma dapat menyebabkan keraguan diri dan emosi tidak mampu, sehingga lebih susah untuk memulai menyusui dan menjalin ikatan dengan bayi. Carilah support dari lingkaran pendukung terdekat untuk mendapatkan lebih banyak tidur, lantaran ini krusial untuk pemulihan dan penyembuhan
Melansir The Conversation, Bunda nan mengalami tekanan namalain ketidakpuasan selama melahirkan condong tidak menyusui namalain terus menyusui dalam waktu lama.
Persalinan traumatis dapat mengganggu bonding dengan Si Kecil dan menyebabkan ibu merasa terpisah secara emosional namalain meninggal rasa. Keterpisahan emosional ini, ditambah dengan tekanan masyarakat untuk menyusui, dapat meningkatkan emosi tidak bisa namalain bersalah pada ibu.
Beberapa ibu menggambarkan emosi seolah-olah mereka sedang dalam mode autopilot, menjalani rutinitas merawat bayi mereka tanpa ikatan emosional. nan lain menggambarkan tekanan kuat untuk terus menyusui meskipun mengalami tekanan psikologis.
Bagi nan lain, menyusui dapat menjadi pengingat trauma nan menyakitkan, memperdalam emosi tidak bisa namalain bersalah. Perjuangan psikologis ini dapat menyebabkan ibu menghindari menyusui sama sekali untuk melindungi diri mereka dari menghidupkan kembali trauma tersebut.
Pada akhirnya, ibu nan mengalami trauma persalinan dapat menghadapi tantangan nan signifikan dalam menyusui, tetapi beberapa strategi dapat membantu. Salah satunya adalah perawatan nan memperhatikan trauma dengan pendekatan. Dalam perihal ini tim medis dapat memahami dan mengenali akibat trauma pada kesejahteraan seseorang.
Bunda juga bisa mendapatkan support emosional melalui konseling dengan golongan tertentu nan sebaya di mana dapat membantu ibu mengatasi pengalaman traumatis dan mengurangi isolasi.
Bantuan praktis dari konsultan laktasi dapat mengatasi masalah seperti pelekatan dan suplai ASI, sehingga menyusui tidak terlalu menegangkan. Terakhir, support dari keluarga, dan kawan nan kuat dapat memberikan kepastian dan support praktis, menciptakan lingkungan tempat para ibu merasa berkekuatan untuk menjalani proses menyusui dan pemulihan.
Semoga informasinya membantu ya, Bunda.
Bagi Bunda nan mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join organisasi KincaiMedia Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(pri/pri)