ARTICLE AD BOX
Fatwa Syekh Abu Abdillah Musthafa bin Al-‘Adawi
Pertanyaan:
Apakah penyusuan nan menyebabkan adanya hubungam mahram itu ada masa maksimalnya? Dalam makna jika ada nan menyusui seorang anak setelah masa itu, maka tidak menyebabkan adanya hubungan mahram.
Jawaban:
Jumhur (mayoritas) ustadz beranggapan bahwa penyusuan nan menyebabkan adanya hubungan mahram adalah jika penyususan dilakukan ketika tetap mini sebelum mencapai usia dua tahun. Hal ini berasas firman Allah Ta’ala,
وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلاَدَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَن يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, adalah bagi nan mau menyempurnakan penyusuan.” (QS. Al-Baqarah: 233)
Juga berasas sabda nan disebutkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, dari sabda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah masuk ke rumahnya, dan saat itu ada seorang laki-laki sedang duduk di sana. Hal itu membikin beliau shallallahu ‘alaihi wasallam sangat tidak nyaman dan beliau (‘Aisyah) memandang tanda-tanda marah di wajahnya.
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Wahai Rasulullah, dia adalah kerabat laki-lakiku lantaran penyusuan.” Maka beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
انْظُرْنَ إِخْوَتَكُنَّ مِنَ الرَّضَاعَةِ، فَإِنَّمَا الرَّضَاعَةُ مِنَ الْمَجَاعَةِ
“Perhatikanlah saudara-saudaramu dari penyusuan, lantaran sesungguhnya persusuan itu terjadi akibat rasa lapar (yakni di masa bayi).” [1]
Juga berasas sabda nan disebutkan oleh At-Tirmidzi dengan sanad nan sahih dari sabda Ummum Salamah radhiyallahu ‘anha. Beliau berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لَا يُحَرِّمُ مِنَ الرِّضَاعَةِ إِلَّا مَا فَتَقَ الأَمْعَاءَ فِي الثَّدْيِ، وَكَانَ قَبْلَ الفِطَامِ
“Tidak ada nan menyebabkan hubungan mahram melalui penyusuan selain (susuan) nan mempengaruhi perut (memberikan kegunaan sebagai makanan) dari payudara, dan itu terjadi sebelum masa penyapihan.” [2]
Selain itu, terdapat riwayat nan sahih dari sejumlah sahabat nan menunjukkan pendapat tersebut. Imam Malik menyebut dalam Al-Muwatha’,
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ. فَقَالَ: إِنِّي كَانَتْ لِي وَلِيدَةٌ. وَكُنْتُ أَطَؤُهَا. فَعَمَدَتِ امْرَأَتِي إِلَيْهَا، فَأَرْضَعَتْهَا. فَدَخَلْتُ عَلَيْهَا. فَقَالَتْ: دُونَكَ. فَقَدْ، وَاللهِ، أَرْضَعْتُهَا. فَقَالَ عُمَرُ: أَوْجِعْهَا، وَأْتِ جَارِيَتَكَ. فَإِنَّمَا الرَّضَاعَةُ، رَضَاعَةُ الصِّغَرِ
“Seorang laki-laki datang kepada Umar bin Khattab dan berkata, “Aku mempunyai seorang budak perempuan, dan saya biasa berasosiasi dengannya. Namun istriku pergi kepadanya dan menyusuinya. Ketika saya mendatangi budak itu, istriku berkata, ‘Sekarang dia haram bagimu, demi Allah, saya telah menyusuinya.’ Umar pun berkata, “Hukumlah istrimu, dan kembalilah kepada budak perempuanmu, lantaran sesungguhnya penyusuan itu hanya bertindak pada masa kecil.”
Terdapat riwayat nan sahih dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma (dalam As-Sunan karya Sa’id bin Manshur), bahwa beliau berkata,
لا رضاع إلا ما كان في الحولين
“Tidak ada penyusuan (yang menyebabkan hubungan mahram) selain nan terjadi dalam dua tahun pertama.”
Juga terdapat riwayat nan sahih dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,
لا رضاعة إلا لمن أرضع في الصغر ، ولا رضاعة لكبير
“Tidak ada penyusuan selain bagi nan disusui saat tetap kecil, dan tidak ada penyusuan bagi orang dewasa.”
Terdapat pula riwayat nan sahih dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
إنما الرضاع ما أنبت اللحم والدم
“Sesungguhnya penyusuan (yang menyebabkan hubungan mahram) hanyalah penyusuan nan dapat menumbuhkan daging dan darah.”
Pendapat beliau ini disetujui oleh Abu Musa radhiyallahu ‘anhu.
Adapun sebagian ustadz -di antaranya ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha- beranggapan bahwa penyusuan semuanya itu menyebabkan hubungan mahram, baik saat masa mini ataupun ketika dewasa. Hal ini berasas sabda nan disebutkan oleh Imam Muslim dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata,
جَاءَتْ سَهْلَةُ بِنْتُ سُهَيْلٍ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنِّي أَرَى فِي وَجْهِ أَبِي حُذَيْفَةَ مِنْ دُخُولِ سَالِمٍ وَهُوَ حَلِيفُهُ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَرْضِعِيهِ ، قَالَتْ: وَكَيْفَ أُرْضِعُهُ؟ وَهُوَ رَجُلٌ كَبِيرٌ، فَتَبَسَّمَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ: قَدْ عَلِمْتُ أَنَّهُ رَجُلٌ كَبِيرٌ
“Sahlah binti Suhail datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, saya memandang ketidaknyamanan pada wajah Abu Hudzaifah mengenai masuknya Salim ke rumah kami, padahal dia adalah sekutunya.’ Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda, ‘Susuilah dia.’ Sahlah bertanya, ‘Bagaimana saya menyusuinya, padahal dia adalah laki-laki dewasa?’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tersenyum dan bersabda, ‘Aku tahu bahwa dia adalah laki-laki dewasa.’” [3]
Sebagian ustadz ini juga berdasar dengan makna umum dari firman Allah Ta’ala (tentang wanita-wanita nan haram dinikahi, pent.),
وَأُمَّهَاتُكُمُ اللَّاتِي أَرْضَعْنَكُمْ
“ … ibu-ibumu nan menyusui Anda …” (QS. An-Nisa’: 23)
Adapun jumhur (mayoritas) ustadz menjawab tentang kisah Sahlah berdampingan Salim bahwa perihal itu hanya unik mengenai dengan Sahlah dengan Salim, dan sebagian mereka mengatakan bahwa hukumnya mansukh (dihapus). Sebagian ustadz nan lain berbincang bahwa kisah Sahlah dengan Salim itu hanya bertindak bagi nan mempunyai kondisi nan sama dengan Sahlah dan Salim.
Adapun pendapat jumhur ustadz dikuatkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
وَكَانَ قَبْلَ الفِطَامِ
“dan (penyusuan) itu terjadi sebelum masa penyapihan.” Wallahu Ta’ala a’lam. [4]
Baca juga: Bentuk Penyusuan nan Menyebabkan Mahram
***
@12 Rajab 1446/ 12 Januari 2025
Penerjemah: M. Saifudin Hakim
Artikel KincaiMedia
Catatan kaki:
[1] HR. Bukhari no. 2647, 5102 dan Muslim no. 1455.
[2] HR. Tirmidzi no. 1152, dinilai sahih oleh Al-Albani.
[3] HR. Muslim no. 1453.
[4] Diterjemahkan dari Ahkaamun Nikah waz Zifaf, hal. 30-31.