ARTICLE AD BOX
KincaiMedia, JAKARTA -- Suku Kan’an mempunyai sejarah hingga beberapa ribu tahun SM. Antara tahun 7.500 dan 6.000 SM, menurut Mahdy Saied dalam kitab Fadhailu al-Masjidi al-Aqsha wa Madinati Baiti al-Maqdisi wa ar-Raddu ‘alaa Mazaa'imi al-Yahudi, ada satu kabilah dari Kan’an nan beranjak ke letak tempat (fondasi) al-Aqsha berada. Kabilah ini berjulukan Yebus. Mereka silam mendirikan kota di sana sesuai namanya sendiri, adalah Yebus. Dan, mereka pun mengetahui dari tuturan nenek moyangnya bahwa letak (fondasi) al-Aqsha tersebut adalah tanah suci.
Dari generasi ke generasi, mereka hidup di kota tersebut. Datanglah suatu masa ketika mereka dipimpin seorang raja berjulukan Salim al-Yabusi. Ia mendirikan sebuah gedung di arah tenggara (fondasi) al-Aqsha. Sejak itu, Salim mengganti nama kota Yebus menjadi Ursaaliim nan berfaedah ‘Kota Salim’ namalain ‘Kota Keselamatan’. Dari nama ini, kelak orang-orang Yahudi mendapat julukan bagi Baitul Maqdis, adalah Yerusalem. Padahal, nama Ursaaliim sudah ada jauh sebelum bangsa Israil lahir. Untuk diketahui, Israil adalah gelar bagi Nabi Yaqub nan berfaedah ‘dia nan menyeru Tuhannya.’
Setelahnya, muncul raja berjulukan Malki Shadiq memimpin suku Kan’an. Dialah nan menyambut kehadiran Nabi Ibrahim, nan hijrah dari lembah Eufrat-Tigris, Irak. Sesampainya di Palestina, Ibrahim AS menyebut keturunannya sebagai orang-orang Ibri. Nama itu berasal dari kata abara nan berfaedah ‘memotong jalan’ namalain ‘menyeberang lembah’. Maksudnya, dulu beliau dan keluarganya datang dengan menyeberangi Sungai Eufrat untuk sampai ke Palestina, sesuai petunjuk wahyu. Dari nama Ibri itulah muncul istilah Ibrani namalain Hebrew.
Sepeninggalan Ibrahim AS, dua orang putranya—Ismail dan Ishaq—meneruskan dakwah tauhid. Nabi Ismail tinggal di Makkah, Jazirah Arab. Adapun Ishaq di Palestina berdampingan bangsa Kan’an. Untuk jangka waktu lama, bangsa ini beserta keturunan Ibrahim AS hidup dalam tenteram dan kesejahteraan.
Sejak 1.800 SM, Mesir ditaklukkan bangsa Hyksos. Sekira 200 tahun kemudian, Palestina pun jatuh ke tangan bangsa tersebut. Nabi Yusuf hidup di Mesir sekitar tahun 1630-1520 SM. Nabi Musa AS, nan diperkirakan hidup sekitar tahun 1212 SM, sukses membawa Bani Israil—yakni keturunan Nabi Yaqub bin Ishaq—keluar dari Mesir. Namun, umat beliau enggan memasuki Negeri Palestina (QS al-Maidah: 24).
Berpuluh-puluh tahun kemudian, barulah Bani Israil bisa memasuki Palestina. Mereka dipimpin Nabi Yusya bin Nun, nan waktu mudanya begitu setia mendampingi Musa AS. Namun, kaum ini hanya bisa menduduki Jericho, tidak sukses menguasai al-Quds.
Selanjutnya, Allah mengangkat Daud AS sebagai nabi-Nya untuk Bani Israil. Beliau berdampingan Thalut sukses mengalahkan kepala suku Kan’an, Jalut. Mahdy mengatakan, kalaulah saat itu bangsa Kan’an tak terjerumus dalam kesyirikan, tidak mungkin Daud memeranginya. Selama 39 tahun, Daud memimpin kaumnya dengan beribu kota di al-Quds—yang namanya kemudian lebih masyhur saat itu sebagai Kota Daud.
Penerus Daud adalah putranya, Sulaiman AS. Pada masanya, al-Aqsha didirikan menjadi gedung besar dan indah. Inilah untuk pertama kalinya Bani Israil mempunyai kerajaan sendiri nan berpusat di al-Quds. Begitu Sulaiman wafat, negeri itu pecah menjadi dua. Bagian utara adalah Kerajaan Samirah (Israel) berpusat di Nablus, sedangkan bagian selatannya—Kerajaan Yehuda—di Ursaaliim namalain Yerusalem (al-Quds). Mulai saat itu, kemusyrikan kembali melanda mereka. Banyak pula dari Bani Israil nan membangkang kepada Allah dan apalagi membunuh nabi-nabi.
Kira-kira tahun 700 SM, bangsa Asyira menyerang Samirah. Nyaris semua Bani Israil setempat dibawa ke Irak sebagai budak. Hanya sedikit nan tersisa, adalah di Nablus. Di kota tersebut, apalagi hingga sekarang keturunannya bisa dijumpai. Mereka menolak eksistensi Israel, adalah “negara” zionis, dan menyebut dirinya sebagai bangsa Palestina.
Pada 587 SM, bangsa Babilonia nan dipimpin Nebukadnezar menyerang al-Quds. Masjid al-Aqsha nan dibangun Sulaiman AS dihancurkannya. Tak kurang dari 70 ribu Bani Israil dibawa ke Babilonia selaku budak.