Perjuangan Ibunda Imam Ahmad Bin Hanbal

KincaiMedia, BAGHDAD -- Muhammad bin Hanbal (Ayah Imam Ahmad) bekerja sebagai prajurit khalifah. Ia meninggal bumi tiga tahun setelah kelahiran putranya, Ahmad. Ia mewariskan sebuah rumah nan menjadi sandaran hidup bagi Shafiyah binti Maimunah dan Ahmad kecil.

Ketika Ahmad mini semakin dewasa dan kebutuhan-kebutuhannya kian meningkat, sang Ibunda mulai terhimpit kebutuhan hidup untuk anak dan dirinya. Ia mulai merasakan kesulitan hidup.

Tekanan dan himpitan nan dia rasakan tidak membuatnya putus asa, apalagi janda muda ini menolak untuk menikah lagi. Ia menolak pinangan dari pria-pria lain, padahal dia termasuk wanita nan elok dan tetap muda.

Ia memilih untuk mencurahkan seluruh waktunya untuk merawat anak semata wayangnya, Ahmad, nan sudah terlihat mempunyai tanda-tanda kecerdasan.

Sang Ibunda merawatnya dengan baik, dia menitipkan anaknya kepada seorang pembimbing Alquran untuk mengajarinya referensi Alquran. Tanda-tanda kepintaran Ahmad terbukti, Ahmad mini bisa menyelesaikan mahfuz Alquran di usia nan tetap belia.

Sejak Ahmad Kecil, sang Ibunda juga selalu menuturkan beragam kisah, peristiwa, dan aksi-aksi heroik nan dia ketahui. Sehingga, nilai-nilai Islam nan luhur tertanam kuat dalam memori Ahmad sejak kecil.

Dia senantiasa mengingat kebanggaan-kebanggaan kaumnya, kisah-kisah bangsa Arab, keistimewaan Nabi Muhammad, dan juga para sahabat Nabi. Semua kisah dan peristiwa itu dia ceritakan kepada Ahmad bin Hanbal.

Ahmad bin Hanbal berkata, "Saat hendak pergi belajar hadits lebih awal, ibuku meraih bajuku dan berkata, "Jangan pergi dulu, hingga muadzin mengumandangkan adzan, namalain hingga orang-orang keluar."

Untuk diketahui, Imam Ahmad bin Hanbal merupakan salah satu master fikih nan paling terkemuka dalam sejarah peradaban Islam. Bersama dengan Imam Hanafi, Imam Maliki, dan Imam Syafii, dia termasuk empat pemimpin besar aliran fikih. 

sumber : Syekh Abdul Aziz Asy Syinawi / Biografi Empat Imam Mazhab