Mengenal Nama Allah “al-‘aliy”, “al-a’la”, Dan “al-muta’ali”

Sedang Trending 1 minggu yang lalu
ARTICLE AD BOX

Segala puji bagi Allah nan telah memperkenalkan diri-Nya kepada hamba-hamba-Nya melalui nama-nama-Nya nan bagus dan sifat-sifat-Nya nan mulia. Nama-nama Allah tersebut mengandung petunjuk nan menjadi pedoman bagi kaum mukminin dalam mengenal Rabb-nya dengan benar.

Di antara nama-nama Allah nan penuh makna adalah Al-‘Aliy, Al-A’la, dan Al-Muta’ali. Ketiga nama ini menunjukkan ketinggian, keagungan, dan keperkasaan Allah nan meliputi segala sesuatu. Artikel ini bakal membahas dalil-dalil, kandungan makna, dan akibat dari mengenal nama-nama tersebut bagi seorang hamba.  Semoga Allah memberikan taufik-Nya untuk kita semua.

Dalil Nama Allah “Al-‘Aliy“, “Al-A’la“, dan “Al-Muta’ali“

Nama ( العليّ ) Al-‘Aliy disebutkan dalam delapan tempat, di antaranya:

Pertama: Firman Allah Ta’ala,

وَلاَ يَؤُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ

“Dan pemeliharaan keduanya tidak memberatkan-Nya, dan Dia Mahatinggi lagi Mahabesar.” (QS. Al-Baqarah: 255)

Kedua: Firman-Nya,

ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِن دُونِهِ هُوَ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِير

“Yang demikian itu, lantaran Allah, Dialah nan benar. Dan sesungguhnya apa saja nan mereka seru selain Allah adalah nan batil. Dan sesungguhnya Allah, Dialah nan Mahatinggi lagi Mahabesar.” (QS. Al-Hajj: 62)

Ketiga: Firman-Nya,

فَالْحُكْمُ لِلَّهِ الْعَلِيِّ الْكَبِيرِ

“Maka, (hanya) Allahlah nan menetapkan hukum, Dialah Tuhan nan Mahatinggi lagi Mahabesar.” (QS. Ghafir: 12)

Adapun ( الأعلى ) Al-A’la, disebutkan dalam:

Pertama: Firman Allah Ta’ala,

سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى

“Sucikanlah nama Tuhanmu nan Mahatinggi.” (QS. Al-A’la: 1)

Kedua: Firman-Nya,

إِلَّا ابْتِغَاء وَجْهِ رَبِّهِ الْأَعْلَى

“Kecuali mencari keridaan Tuhannya nan Mahatinggi.” (QS. Al-Lail: 20)

Adapun (الْمُتَعَالي) Al-Muta’ali, disebutkan satu kali dalam, adalah firman Allah Ta’ala,

عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ الْكَبِيرُ الْمُتَعَالي

“Yang mengetahui semua nan gaib dan nan nyata, nan Mahabesar lagi Mahatinggi.” (QS. Ar-Ra’d: 9) [1]

Dalam ayat di atas, Imam Qari’ Ibn Katsir, Ya’qub, dan Ibn Muhaysin membacanya dengan menetapkan huruf ya ( الْمُتَعَالي ), sementara referensi tanpa huruf ya ( الْمُتَعَال ) merupakan referensi para pemimpin Qari’ lainnya (Imam ‘Ashim, Imam Nafi’ dan selainnya). [2]

Kandungan makna nama Allah “Al-‘Aliy“, “Al-A’la“, dan “Al-Muta’ali“

Untuk mengetahui kandungan makna dari nama Allah tersebut dengan menyeluruh, maka perlu kita ketahui terlebih dulu makna kata “Al-‘Aliy“, “Al-A’la“, dan “Al-Muta’ali” secara bahasa, kemudian dalam konteksnya sebagai nama Allah Ta’ala.

Makna bahasa dari “Al-‘Aliy“, “Al-A’la” dan “Al-Muta’ali“

Pertama: Al-‘Aliy (العلي)
Kata ini merupakan sifat musyabbahah dari kata kerja “عَلَا يَعْلُو” (tinggi), berwazan “فعيل“. Asalnya adalah “عَلِيُو“, di mana huruf ya meninggal (ي) dan wawu (و) bertemu. Wawu diubah menjadi ya, silam diidgam (dileburkan) dengan ya berikutnya. [3]

Kedua: Al-A’la (الأعلى)
Nama ini berwazan af’al (أَفْعَل) dengan asal “أَعْلَو“. Huruf original lamnya adalah wawu nan kemudian diubah menjadi ya, silam diubah menjadi alif. [4]

Ketiga: Al-Muta’ali (المتعالي)
Merupakan isim fa’il (pelaku) dari kata kerja “تَعَالَى“. Asalnya adalah “الْمُتَعَالو” dari kata dasar “علا – يعلو“. Huruf wawu diubah menjadi ya. [5]

Secara makna, para mahir lughah menjelaskan sebagai berikut:

Az-Zajjaji (w. 337 H) mengatakan,

العلي: فعيل من العلو والعلاء، والعلاء: الرفعة والسناء والجلال

“Nama ‘Al-‘Aliy’ berwazan (فعيل), berasal dari kata “علو” (ketinggian) dan “علاء” nan berfaedah keagungan, kehormatan, dan kemuliaan.

Orang Arab berkata, ‘فلان علي ذو علاء‘ untuk menyebut seseorang nan agung dan tinggi kedudukannya. Selain itu, ‘Al-‘Aliy’ dan ‘Al-‘Aaliy’ juga berfaedah nan menguasai dan nan menundukkan segala sesuatu. Dalam konteks bahasa, ‘علا فلان فلانًا’ berfaedah seseorang mengalahkan namalain menundukkan orang lain.”[6]

Ibn Faris (w. 395 H) mengatakan,

(‌علو) الْعَيْنُ وَاللَّامُ وَالْحَرْفُ الْمُعْتَلُّ يَاءً كَانَ أَوْ وَاوًا أَوْ أَلِفًا، أَصْلٌ وَاحِدٌ يَدُلُّ عَلَى السُّمُوِّ وَالِارْتِفَاعِ

“Kata dasar ‘عَلَوَ‘ nan terdiri dari huruf ‘ain, lam, dan huruf illat (ya, wawu, namalain alif) merupakan akar nan satu, menunjukkan makna ‘ketinggian’ dan ‘terangkat’.” [7]

Al-Fayyumi (w. sekitar 770 H) mengatakan,

(ع ل ا) : عُلْوُ الدَّارِ وَغَيْرِهَا خِلَافُ السُّفْلِ … وَعَلَا الشَّيْءُ عُلُوًّا (مِنْ بَابِ قَعَدَ) ارْتَفَعَ.

“Kata ‘عُلْوُ‘ berfaedah kebalikan dari rendah (sufl). Kata kerja ‘عَلَا – يعلو‘ berfaedah naik namalain terangkat.”[8]

Makna “Al-‘Aliy“, “Al-A’la“, dan “Al-Muta’ali” dalam konteks Allah

Allah ‘Azza Wajalla adalah Al-‘Aliy, Al-A’la, dan Al-Muta’ali. Hal ini menunjukkan keagungan, kebesaran, dan ketinggian-Nya dalam kedudukan, kehormatan, serta derajat.
Al-Khalil bin Ahmad berkata,

الله عز وجل هو العلي الأعلى المتعالي ذو العلاء والعلو، فأما العلاء: فالرفعة، والعلو: العظمة والتجبر. وتقول «علا الشيء علاء». ويقال: علوت وعليت جميعًا، وكذلك عليَ علاء في الرفعة والشرف والارتفاع

“Allah adalah Al-‘Aliy, Al-A’la, dan Al-Muta’ali, nan mempunyai keagungan dan ketinggian. Adapun ‘العلاء‘ berfaedah keagungan, sedangkan ‘العلو‘ berfaedah kebesaran dan keperkasaan.
Kamu mengatakan, ‘علا الشيء علاء‘ (sesuatu itu menjadi tinggi). Dan digunakan juga, ‘علوت‘ (aku meninggi) dan ‘عليت‘ (aku mencapai ketinggian).
Demikian juga, ‘عليَ علاء‘ menunjukkan keluhuran, kehormatan, dan ketinggian.” [9]

Nama-nama ini menunjukkan ketinggian Allah nan absolut dalam segala aspek dan pertimbangan, ketinggian zat-Nya, ketinggian martabat dan keagungan sifat-sifat-Nya, dan ketinggian kekuasaan-Nya, nan menguasai segala sesuatu.
Syekh Abdurrazzaq Al-Badr hafidzahullah mengatakan,
“Nama-nama ini menunjukkan ketinggian Allah nan absolut dalam segala aspek dan pertimbangan:

Pertama: Allah adalah Al-‘Aliy dalam ketinggian zat-Nya, nan istiwa di atas ‘Arsy, dan tinggi di atas semua makhluk serta terpisah dari mereka. Sebagaimana firman Allah,

الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى

‘Ar-Rahman istiwa di atas ‘Arsy.’ (QS. Thaha: 5)

Dan firman-Nya dalam enam ayat Al-Qur’an:

ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ

‘Kemudian Dia istiwa di atas ‘Arsy.’ (QS. Al-A’raf: 54)

Yaitu, Dia tinggi dan berada di atas ‘Arsy dengan ketinggian nan sesuai dengan keagungan, kesempurnaan, dan kebesaran-Nya.

Kedua: Dia juga Al-‘Aliy dalam ketinggian martabat dan keagungan sifat-sifat-Nya. Sifat-sifat-Nya begitu agung, tidak ada nan setara namalain mendekati sifat-sifat tersebut. Bahkan, hamba-hamba-Nya tidak bisa memahami sepenuhnya satu pun dari sifat-sifat-Nya.

Ketiga: Dia adalah Al-‘Aliy dalam ketinggian kekuasaan-Nya, nan menguasai segala sesuatu. Semua makhluk tunduk kepada-Nya. Seluruh makhluk berada dalam genggaman-Nya, tidak ada nan bergerak namalain diam, selain dengan izin-Nya. Apa nan Dia kehendaki pasti terjadi, dan apa nan tidak Dia kehendaki tidak bakal terjadi.” [10]

Allah Ta’ala Al-‘Aliy nan menunjukkan banyaknya sifat-sifat Allah, beragam aspek nan berangkaian dengannya, dan keragamannya, dan Al-A’la nan menunjukkan keagungan sifat-sifat tersebut.
Syekh As-Si’diy berkata,

والفرق بين العلي الأعلى أنَّ العلي يدل على كثرة الصفات ومتعلقاتها وتنوعها، والأعلى يدل على عظمتها

“Perbedaan antara Al-‘Aliy dan Al-A’la adalah bahwa Al-‘Aliy menunjukkan banyaknya sifat-sifat Allah, beragam aspek nan berangkaian dengannya, dan keragamannya, sedangkan Al-A’la menunjukkan keagungan sifat-sifat tersebut.” [11]

Adapun tentang Al-Muta’ali, Imam Mufassir, Ibnu katsir mengatakan,

{‌الْمُتَعَالِ} أَيْ: عَلَى كُلِّ شَيْءٍ، قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا، وَقَهَرَ كُلَّ شَيْءٍ، فَخَضَعَتْ لَهُ الرِّقَابُ وَدَانَ لَهُ الْعِبَادُ، طَوْعًا وَكَرْهًا

“Al-Muta’ali berfaedah Dia Mahatinggi di atas segala sesuatu, nan meliputi segala sesuatu dengan ilmu-Nya, menguasai segala sesuatu, sehingga semua leher tunduk kepada-Nya, dan semua makhluk berilmu kepada-Nya, baik dengan suka maupun terpaksa.” [12]

Syekh As-Si’diy rahimahullah mengatakan,

{‌الْمُتَعَالِ} على جميع خلقه بذاته وقدرته وقهره.

“Al-Muta’ali berfaedah Dia Mahatinggi atas semua makhluk-Nya, dengan Zat-Nya, kekuasaan-Nya, dan keperkasaan-Nya.” [13]

Konsekuensi dari nama Allah “Al-‘Aliy“, “Al-A’la“, dan “Al-Muta’ali” bagi hamba

Penetapan nama-nama “Al-‘Aliy“, “Al-A’la“, dan “Al-Muta’ali” bagi Allah Ta’ala mempunyai banyak konsekuensi, baik dari sisi sifat dan pengkhabaran terhadap Allah, maupun dari sisi hamba. Berikut ini beberapa konsekuensinya dari sisi hamba:

Pertama: Seorang muslim hendaknya meyakini ketinggian absolut Allah, Rabb semesta alam, dalam semua maknanya, tanpa meniadakan namalain menakwilkan salah satu dari sifat tersebut, serta tanpa membatasi apa pun darinya. Dia wajib menetapkan bagi-Nya ketinggian zat, ketinggian kedudukan, dan ketinggian kekuasaan.

Kedua: Seorang muslim kudu meyakini bahwa Allah Mahatinggi di atas segala sesuatu, tidak ada nan lebih tinggi dari-Nya, dan Dia berada di atas ‘Arsy sebagaimana nan Dia kabarkan tentang diri-Nya. Hal ini merupakan iktikad salaf umat ini dan orang-orang nan mengikuti mereka dengan baik hingga hari kiamat, termasuk para ustadz hadis, tafsir, fikih, ushul, sejarah, bahasa Arab, sastra, dan lainnya. [14]

Ketiga: Keimanan terhadap ketinggian Allah atas makhluk-Nya bakal menanamkan rasa pengagungan, kerendahan, ketundukan hati di hadapan Allah, penyucian-Nya dari segala kekurangan dan cela, keikhlasan dalam beribadah, serta menjauhkan diri dari menyekutukan Allah dengan makhluk-Nya. Allah berfirman,

ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِن دُونِهِ، هُوَ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ

“Demikianlah, lantaran Allah, Dialah nan benar, dan apa nan mereka seru selain Dia adalah batil. Dan sesungguhnya Allah, Dialah nan Mahatinggi, Mahabesar” (QS Al-Hajj: 62). [15]

Demikian, semoga Allah memberikan taufik-Nya kepada kita semua.

***

Rumdin PPIA Sragen, 15 Rajab 1446 H

Penulis: Prasetyo Abu Ka’ab

Artikel: KincaiMedia

Referensi:

Ibn Faris, Abu Al-Husain Ahmad bin Zakariya. Maqayis Al-Lughah. Tahqiq dan Revisi oleh Anas Muhammad Al-Syami. Cetakan Pertama. Kairo: Dar Al-Hadith, 1439 H.

Al-Fayyumi, Ahmad bin Muhammad. Al-Mishbahul Munir fi Gharib As-Syarhil Kabir. Cetakan Pertama. Damaskus: Darul Faihaa, 2016.

As-Si‘diy, Abdurrahman bin Nashir. Fath Ar-Rahim Al-Malik Al-Allam fi ‘Ilm Al-‘Aqa’id wa At-Tauhid wa Al-Akhlaq wa Al-Ahkam Al-Mustanbithah min Al-Qur’an. Riyadh: Dar Fadhilah.

Al-Badr, Abdur Razzaq. 2015. Fiqhul Asma’il Husna. Cet. ke-1. Mesir: Dar ‘Alamiyah.

An-Najdi, Muhammad Al-Hamud. 2020. An-Nahjul Asma fi Syarhil Asma’il Husna. Cet. ke-8. Kuwait: Maktabah Imam Dzahabi.

Al-Shadhili, Ayman. Al-Bayan fi Tasrif Mufradat Al-Qur’an ‘ala Hamisy Al-Mushaf Al-Sharif. Diedit oleh Mukhtar bin Faraj Al-‘Alami. Pengantar oleh Zakaria Al-Nuti. Cetakan Pertama. 1440 H/2019 M.

Kharuf, Muhammad Fahd. Al-Muyassar fi Al-Qira’at Al-‘Asyr Al-Mutawatirah. Edisi Kelima. Beirut: Dar Ibn Kathir, 1437 H/2016 M. ISBN: 978-614-415-173-0.

Catatan kaki:

[1] An-Nahjul Asma, hal. 225.

[2] Al-Muyassar fi Al-Qira’at Al-‘Asyr Al-Mutawatirah, hal. 250. Lihat juga Fiqh Al-Asma’ Al-Husna, hal. 170, dan Al-Mudhah, hal. 700-701.

[3] Al-Bayan, hal. 42. Lihat juga Isytiqaq, hal. 108.

[4] Al-Bayan, hal. 591.

[5] Al-Bayan, hal. 250. Lihat juga An-Nahjul Asma, hal. 224.

[6] Isytiqaq, hal. 108.

[7] Maqaayiis Al-Lughah, hal. 597

[8] Al-Mishbah Al-Munir fi Gharib Al-Syarh Al-Kabir, hal. 431.

[9] Dinukil dari Isytiqaq Asma’ Allah, hal. 109.

[10] Fiqh Al-Asma’ Al-Husna, hal. 170.

[11] Fathur Rahim Al-Malik Al-‘Allam, hal. 51.

[12] Tafsir Ibnu Katsir, 4:437.

[13] Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 414.

[14] An-Nahj Al-Asma, hal. 227-228.

[15] Fiqhul Asma’ Al-Husna, hal. 174.

Selengkapnya
lifepoint upsports tuckd sweetchange sagalada dewaya canadian-pharmacy24-7 hdbet88 mechantmangeur mysticmidway travelersabroad bluepill angel-com027