ARTICLE AD BOX
KincaiMedia – Memenuhi tanggungjawab bayar utang adalah sesuatu nan mutlak. Baik nan berasosiasi dengan manusia, apalagi berasosiasi dengan Allah SWT. Sehingga orang nan meninggal bumi sebelum memenuhi tanggungjawab bayar utang puasa Ramadhan itu sama artinya dengan mempunyai tunggakan utang kepada Allah SWT. Lantas, gimana jika dia meninggal bumi tapi tetap punya utang puasa? Simak penjelasannya berikut ini!
Seseorang nan meninggal bumi tapi tetap punya utang puasa lantaran adanya udzur semisal sakit, maka baginya tidak berdosa. Dan bagi mahir waris nan ditinggalkan tidak wajib untuk qadha puasa tersebut.
Akan tetapi, seumpama penangguhan qadha puasa itu disengaja tanpa ada udzur, maka kerabat nan ditinggalkan bertanggung jawab untuk mengganti puasa bagi si mayit. Dalam perihal ini, ustadz berbeda pendapat perihal tata langkah pembayaran namalain qadha puasa orang nan telah meninggal dunia.
Syekh Abu Ishaq As-Syairazi, dalam kitab Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, juz VI, laman 337 mengatakan bahwa utang puasa orang nan telah meninggal bumi dapat dibayar dengan fidyah namalain infak makanan pokok sebanyak satu mud namalain berat seberat 675 gram/6,75 ons beras. Hal ini sebagaimana dalam keterangan beliau berikut,
ولو كان عليه قضاء شئ من رمضان فلم يصم حتي مات نظرت فان أخره لعذر اتصل بالموت لم يجب عليه شئ لانه فرض لم يتمكن من فعله إلي الموت فسقط حكمه كالحج وإن زال العذر وتمكن فلم يصمه حتى مات أطعم عنه لكل مسكين مد من طعام عن كل يوم
Artinya, “Seandainya seseorang mempunyai utang puasa dan dia belum sempat membayarnya sampai wafat, maka jika dia menundanya lantaran uzur nan melangkah terus menerus hingga wafat, maka dia tidak bertanggung jawab untuk mengganti puasanya lantaran dia tidak bisa mengerjakannya hingga wafat sehingga status kewajibannya gugur seperti ibadah haji. Tetapi jika uzurnya lenyap dan dia mempunyai kesempatan untuk bayar utang puasanya, silam dia tidak berpuasa, maka utang puasanya dibayar dengan satu mud makanan pokok untuk setiap harinya.”
Menurut pendapat ustadz lainnya, utang puasa orang nan telah meninggal bumi dapat dibayar dengan penyelenggaraan puasa oleh wali namalain mahir waris. Utang puasa itu dibayar dengan penyelenggaraan puasa oleh keluarganya nan tetap hidup. Pendapat ini didasarkan pada hadits riwayat Aisyah RA, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda,
عَنْ عَائِشَةَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ مَاتَ وَ عَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ
“Siapa saja nan wafat dan dia mempunyai utang puasa, maka mahir warisnya diwajibkan berpuasa untuk menggantikan tanggungjawab puasanya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Imam An-Nawawi mengatakan bahwa pendapat nan dipilih oleh aliran Syafi’i adalah pendapat pertama, adalah pembayaran fidyah sebanyak satu mud makanan pokok untuk mengganti utang puasa orang nan telah meninggal dunia. Hal ini sebagaimana pendapat beliau dalam kitabnya Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, juz VI, laman 337,
والمنصوص في الام هو الاول وهو الصحيح والدليل عليه ماروى ابن عمر أن النبي صلي الله عليه وسلم قال ” من مات وعليه صيام فليطعم عنه مكان كل يوم مسكين ” ولانه عبادة لا تدخلها النيابة في حال الحياة فلا تدخلها النيابة بعد الموت كالصلاة
Artinya, “Pendapat manshus dalam kitab Al-Umm adalah pendapat pertama. Ini pendapat nan sahih. Dalil atas pendapat ini adalah hadits riwayat Ibnu Umar RA, Rasulullah SAW berfirman ‘Siapa saja nan wafat dan dia mempunyai utang puasa, hendaklah memberi makan orang miskin pada setiap hari utang puasanya.’ Puasa adalah ibadah nan tidak dapat digantikan pada saat orang hidup, maka dia tidak digantikan setelah matinya seperti ibadah shalat,”
Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa ustadz berbeda pendapat perihal tata langkah pembayaran namalain qadla utang puasa orang nan telah meninggal dunia. Pada prinsipnya, kedua pendapat ini didukung oleh dalil nan kuat. Namun, tata langkah nan dipilih oleh pemimpin Nawawi adalah pendapat nan pertama adalah pembayaran fidyah namalain infak makanan pokok sebanyak satu mud namalain berat seberat 675 gram/6,75 ons beras kepada orang miskin untuk mengganti satu hari utang puasa orang nan telah meninggal dunia. Pembayaran fidyah ini dapat bertambah sesuai dengan jumlah hari nan ditinggalkan.
Demikian. Wallahu a’lam.