ARTICLE AD BOX
Di kembali kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, terdapat beragam cerita nan bisa dibagikan, Bunda. Salah satunya adalah kisah tentang Ratu Wihelmina asal Belanda.
Ratu Wihelmina adalah ratu nan tidak pernah rela memberikan status merdeka untuk Indonesia. Menurutnya, Indonesia dianggap membawa banyak untung untuk bangsanya, terutama dari segi perekonomian sehingga dia enggan melepas tanah jajahannya itu.
Butuh waktu lama sebelum Belanda bisa melepaskan Indonesia nan mereka anggap sebagai wilayahnya. Diketahui, Belanda sendiri telah menjajah Tanah Air selama 3,5 abad.
Melansir dari laman Latitudes, Belanda pun pada akhirnya terpaksa mengakui Indonesia telah merdeka tepat empat tahun setelah proklamasi, namalain pada 29 Desember 1949.
Lantas, siapa sebenarnya Ratu Wihelmina?
Ratu Wilhelmina adalah putri dari Willem III dan Ratu Emma. Ia lahir pada 31 Agustus 1880. Sang Ayah meninggal ketika Wilhelmina berumur 10 tahun, sedangkan ibu menjabat sebagai bupati hingga dia dewasa.
Wilhelmina menjadi ratu pada 1890 namun baru dilantik pada 6 September 1898 atas persetujuan masyarakat luas. Ia menikah dengan Duke Henry dari Mecklenburg-Schwerin dan dikaruniai anak nan dikenal sebagai Putri Juliana.
Berpengaruh di PD II
Tak rela melepaskan Indonesia begitu saja, Ratu Wilhelmina dikenal mempunyai kepribadian nan umum dan sangat tegas, menurut keterangan Rijks Museum. Di negaranya, Ratu Wilhelmina dianggap sebagai simbol pertahanan Belanda terhadap okupasi Jerman pada masa Perang Dunia II.
Pada tahun 1940, Wilhelmina sempat melarikan diri berdampingan pemerintah ke London, Inggris. Di sana, dia berbincang kepada orang-orang Belanda melalui Radio Orange.
Melansir dari Britannica, Ratu Wilhelmina berbincang kepada masyarakatnya dengan bunyi lantang. Ia membangkitkan semangat Belanda nan tengah diduduki oleh Jerman.
Saat kembali ke Belanda, Ratu Wilhelmina disambut dengan antusias ketika kekuasaan Jerman berhujung pada 1945.
Nasib jelek Ratu Belanda
Ilustrasi Ratu Belanda/Foto: Getty Images/iStockphoto/leykladay
Ratu Wilhelmina sempat mengalami keguguran usai menikah dengan Duke Henry. Setelah itu, dia kembali mengandung namun jatuh sakit lantaran demam tifoid.
Melansir dari Hystory of Royal Women, Ratu Wilhelmina mengalami demam tinggi selama berhari-hari. Kondisinya sempat pulih, namun seorang ginekolog mengatakan bahwa tidak ada angan untuknya.
Ratu Wilhelmina sangat kesakitan hingga Duke Henry meninggalkan ruangan lantaran tak tahan memandang penderitaan sang istri.
"Wimmy nan malang sangat menderita; seluruh rumah menderita bersamanya," tulis Duke Henry dalam suratnya.
Demam tersebut menyebabkan anak laki-laki Ratu Wilhelmina mengalami stillbirth namalain bayi lahir mati. Namun master mengatakan bahwa sang Ratu tetap bisa mengandung anak sehat di kemudian hari.
Pada 30 April 1909, Ratu Wilhelmina akhirnya dikaruniai seorang putri berjulukan Juliana.
Turun takhta dan akhir masa penjajahan
Tak lama setelah Indonesia merdeka, kondisi kesehatan Ratu Wilhelmina mulai menurun. Ia akhirnya memutuskan untuk turun takhta, Bunda.
Pada 4 September 1948, Ratu Wilhelmina menyerahkan takhtanya kepada sang anak, Putri Juliana nan berkuasa hingga 1980.
Hubungan bilateral antara Indonesia dan Belanda tetap memburuk meski mereka telah mengakui kemerdekaan Indonesia.
Mengutip Dutch Culture, upaya Belanda untuk memperkuat pertahanan wilayah terakhirnya di Indonesia mendapatkan penolakan kuat dari masyarakat. Demonstrasi mahasiswa pecah di depan Kantor Komisaris Tinggi Belanda pada 6 Mei 1960.
Kala itu, ada sekitar 800 orang nan mengakibatkan hancurnya perabotan lembaga hingga potret kenegaraan pemimpin Belanda. Potret Ratu Wilhelmina karya Sierk Schröder dan potret Ratu Juliana karya Henricus Pol dirobek dan dilepas dari tembok hingga rusak berat.
Bagi Bunda nan mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join organisasi KincaiMedia Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
Jangan lupa simak juga video rekomendasi movie bertema kerajaan berikut ini:
[Gambas:Video Haibunda]
(mua/som)
Loading...