ARTICLE AD BOX
KincaiMedia, JAKARTA -- Pada suatu malam, Umar bin Khattab dengan ditemani Abdullah bin Zubair melakukan patroli keliling Madinah. Hal itu sering dilakukannya sebagai seorang khalifah, untuk menyaksikan langsung keadaan rakyat.
Setelah beberapa jam berjalan, Umar merasa lelah. Sang amirul mukminin pun bersandar pada tembok sebuah rumah. Keadaan saat itu gelap gulita.
Tanpa sengaja, Umar dan Ibnu Zubair mendengar percakapan orang-orang di dalam rumah nan bersisian dengan tembok tersebut. Dari bunyi nan mereka dengar, para penunggu rumah itu adalah seorang ibu dan satu anak perempuannya.
"Campurkan air pada susu nan bakal kita jual agar bertambah banyak dan kita bisa dapat untung lebih besar," ujar sang ibu kepada anak gadisnya.
Namun, gadis itu menolak perintah sang ibu. Ia silam berkata, "Wahai, ibu, Amirul mukminin (Umar bin Khattab) telah mengumumkan larangan mencampur susu dengan air."
Sang ibu silam mengomel, agaknya merasa jengkel terhadap anak gadisnya itu. "Tapi, Amirul Mukminin tak bakal tahu apa nan kita lakukan. Apalagi, dia tak ada di sini," cetus sang ibu.
Khalifah Umar terus menyimak perbincangan antara ibu dan anak gadisnya itu. Hingga akhirnya, Amirul Mukminin pun tersenyum saat sang gadis itu menjawab perintah ibunya. "Wahai, ibu, Demi Allah, bukankah perbuatan itu tak boleh kita lakukan lantaran bakal merugikan orang lain?" ucap putrinya dengan lemah lembut.
Lalu, sang gadis jujur itu pun kembali berkata, "Aku hanya takut pada Allah SWT, ibu. Meski khalifah tak mengetahui perbuatan kita, Allah SWT bakal selalu memandang apa nan kita lakukan."
Sang ibu pun akhirnya tak jadi mencampurkan susu nan bakal dijualnya dengan air. Sang gadis sukses menghalangi niat jelek dari ibunya. Islam memang mengajarkan agar seorang anak berilmu kepada orang tuanya. Namun, jika perintah orang tua itu salah dan melanggar norma Allah SWT, seorang anak bisa menolaknya. Tentu dengan langkah nan baik.
Umar menyimak perbincangan ibu dan anak itu. Sebelum pulang, dia meminta Abdullah untuk menandai rumah tersebut. Begitu kembali kepada keluarganya, Umar memanggil putra-putranya.
“Adakah di antara kalian nan mau menikah?”
“Saya belum beristri, wahai Ayah. Nikahkanlah aku,” jawab Ashim bin Umar.