Sejarah Kota Kairo Hingga Era Fathimiyah

KincaiMedia, JAKARTA -- Inilah salah satu kota tertua sedunia nan tetap terus dihuni. Kairo, ibu kota Republik Arab Mesir, diperkirakan mempunyai struktur pemerintahan nan berdikari sejak abad pertama Masehi. Menurut AJ Wensinck dalam Historic Cities of the Islamic World (2008), nama original wilayah tersebut adalah Mishr namalain Mashr, nan kemudian dipakai untuk merujuk keseluruhan negeri itu sendiri: Mesir. Nama itu diambil dari Mishram bin Ham, seorang cucu Nabi Nuh AS, sebagaimana nan dikisahkan dalam teks Taurat namalain Perjanjian Lama. Orang-orang Mesir tidak jarang menyebut kota itu sebagai Mashr al-Qahirah.

Sebutan al-Qahirah, nan kemudian menurunkan Kairo, datang lebih belakangan. Nama itu merupakan pemberian dari Sultan al-Mu’izz Lidinillah. Pada 973 M, raja Dinasti Fathimiyah itu memindahkan ibu kota negerinya dari Tunisia ke sana. Selengkapnya, kota baru itu dinamakannya al-Qahirat al-Mu’izziyyah. Artinya, ‘(kota milik) sang penakluk, al-Mu’izz.’

Akan tetapi, sosok nan menaklukkan Kairo secara langsung bukanlah sultan itu, melainkan seorang jenderalnya nan berjulukan Jauhar al-Shiqilli. Pada 969 M/358 H, panglima perang Fathimiyah itu sukses memimpin pasukannya untuk memasuki Mesir. Dari Iskandariah, mereka berarak ke selatan hingga sekitaran Kota Fustat. Dalam beberapa pekan, pusat pemerintahan Dinasti Ikhlisiyidun itu dapat dikuasainya. Maka seluruh negeri tersebut jatuh ke tangan dinasti nan berpaham Syiah Isma’iliyah itu.

Pada 8 Agustus 969 M namalain 22 Ramadhan 358 H, Jauhar mendirikan kota baru di sebuah lahan luas nan berlokasi sejauh 6 km dari arah utara Fustat. Bangunan nan pertama kali dibuatnya di sana adalah istana besar nan terletak di sisi timur. Kawasan itu dimaksudkannya sebagai tempat tinggal raja dan para pegawai pemerintahan Dinasti Fathimiyah. Selanjutnya, dia membangun istana lainnya nan berukuran lebih mini di sisi barat. Kedua kompleks itu dipisahkan oleh sebidang alun-alun.