ARTICLE AD BOX
Perhatian terhadap pengetahuan syar’i
Sekarang ini perhatian orang-orang terhadap pengetahuan syar’i mulai menurun. Bahkan, sebagian dari golongan Islam tidaklah mengisi aktivitas mereka dengan menuntut pengetahuan syar’i. Parahnya sebagian dari mereka dalam aktivitas pengajiannya dan semisalnya hanya berisi intermezo dan komedi semata. Hal tersebut berbeda jauh dengan karakter mahir sunah.
Dakwah mahir sunah nan sejati senantiasa menjaga agar tetap terjaganya pengetahuan syar’i, perhatian terhadap pengetahuan syar’i dengan perhatian nan besar. Karena pengetahuan syar’i merupakan pondasi dan asas nan kokoh bagi kaum muslimin. Tidak mungkin bisa seorang muslim bisa baik keadaanya tanpa mengetahui pengetahuan syar’i.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah memerintahkan Rasul-Nya untuk berilmu sebelum beramal, sebagaimana dalam firman Allah,
فَاعْلَمْ اَنَّهٗ لَآ اِلٰهَ اِلَّا اللّٰهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْۢبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنٰتِۚ
“Ketahuilah (Nabi Muhammad) bahwa tidak ada Tuhan (yang patut disembah) selain Allah, serta mohonlah pembebasan atas dosamu dan (dosa) orang-orang mukmin, baik laki-laki dan perempuan.” (QS. Muhammad: 19)
Memahami pengetahuan syar’i juga merupakan perihal nan krusial dan merupakan pondasi kita untuk bisa melangkah di atas jalan nan benar. Karena banyaknya jalan nan simpang siur di bumi ini nan bisa menjerumuskan seorang muslim ke dalam kesesatan, sebagaimana firman Allah,
وَاَنَّ هٰذَا صِرَاطِيْ مُسْتَقِيْمًا فَاتَّبِعُوْهُۚ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيْلِهٖۗ ذٰلِكُمْ وَصّٰىكُمْ بِهٖ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ
“Sungguh, inilah jalan-Ku nan lurus, maka ikutilah! Jangan Anda ikuti jalan-jalan (yang lain) sehingga mencerai-beraikanmu dari jalan-Nya. Demikian itu, Dia perintahkan kepadamu agar Anda bertakwa.” (QS. Al-An’am: 153)
Juga berasas sabda nan diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اِفْتَرَقَ الْيَهُوْدُ عَلَى إِحْدَى أَوْ ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً، وَتَفَرَّقَتِ النَّصَارَى عَلَى إِحْدَى أَوْ ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِيْ عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Kaum Yahudi telah terpecah menjadi tujuh puluh satu namalain tujuh puluh dua golongan, dan kaum Nasrani telah terpecah menjadi tujuh puluh satu namalain tujuh puluh dua golongan, dan umatku bakal terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan.” (HR. Abu Dawud)
Dari dalil di atas, bisa kita ketahui bahwa jalan-jalan nan ada di bumi ini banyak sekali. Akan tetapi, tidak ada jalan nan benar, selain jalan di atas sunah. Hal tersebut tentu tidak bisa kita ketahui, selain dengan berilmu. Ilmu nan betul bisa membantu kita untuk mengungkap prinsip jalan-jalan nan ada dan membimbing kita menuju jalan nan benar. Allah ‘Azza Wajalla berfirman,
قُلْ هٰذِهٖ سَبِيْلِيْٓ اَدْعُوْٓا اِلَى اللّٰهِۗ عَلٰى بَصِيْرَةٍ اَنَا۠ وَمَنِ اتَّبَعَنِيْۗ وَسُبْحٰنَ اللّٰهِ وَمَآ اَنَا۠ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ
“Katakanlah (Nabi Muhammad), ‘Inilah jalanku, saya dan orang-orang nan mengikutiku membujuk kepada Allah dengan bukti nan nyata. Mahasuci Allah dan saya tidak termasuk golongan orang-orang musyrik.’ ” (QS. Yusuf: 108)
Maksud dari (عَلٰى بَصِيْرَةٍ) pada ayat di atas adalah di atas petunjuk dan dalil nan keduanya merupakan pengetahuan syar’i.
Memahami pengetahuan syar’i merupakan wasilah (sarana) agar kita bisa melangkah di atas jalan nan benar. Tidak mungkin tidak seseorang bisa mengetahui kebenaran tanpa adanya ilmu. Maka dari itu, menuntut pengetahuan merupakan perkara nan wajib nan kudu diberikan perhatian nan besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berfirman pada sabda nan diriwayatkan oleh Anas bin Malik,
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وَوَاضِعُ الْعِلْمِ عِنْدَ غَيْرِ أَهْلِهِ كَمُقَلِّدِ الْخَنَازِيرِ الْجَوْهَرَ وَاللُّؤْلُؤَ وَالذَّهَبَ
“Menuntut pengetahuan adalah tanggungjawab bagi setiap muslim. Dan orang nan meletakkan pengetahuan bukan pada pada ahlinya, seperti seorang nan mengalungkan mutiara, intan, dan emas ke leher babi.” (HR. Ibnu Majah)
Selain itu, mengerti pengetahuan syar’i merupakan salah satu tanda bahwa kita merupakan orang nan dikehendaki kebaikan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ يُرِدْ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ
“Barangsiapa nan Allah kehendaki menjadi baik, maka Allah bakal pahamkan kepercayaan kepadanya.” (HR. Bukhari)
Saking pentingnya pengetahuan syar’i, Imam Ahmad rahimahullah menyatakan bahwa pengetahuan lebih krusial dari makan dan minum. Beliau rahimahullahu berkata,
الناس إلى تعلم العلم أحوج منهم إلى الطعام والشراب؛ لأن الرجل يحتاج إلى الطعام والشراب في اليوم مرة أو مرتين وحاجته إلى العلم بعدد أنفاسه
“Manusia lebih butuh terhadap mempelajari pengetahuan daripada makan dan minum. Dikarenakan seseorang butuh pada makan dan minum dalam satu hari hanya sekali namalain dua kali saja. (Sedangkan) kebutuhan seseorang terhadap pengetahuan itu pada setiap hembusan nafasnya.”
Bahkan, Imam Ahmad rahimahullahu menyatakan menuntut pengetahuan dan mengajarkan pengetahuan syar’i lebih dicintai dari ibadah sunah lainnya. Beliau rahimahullahu berkata,
تَعَلُّم العلم وتعليمه أفضل من الجهاد وغيره مما يتطوع به
“Belajar dan mengajarkan pengetahuan lebih utama dibandingkan jihad dan ibadah sunah lainnya.”
Mengapa pengetahuan syar’i lebih krusial dibandingkan dengan ibadah sunah? Tentu lantaran hanya dengan ilmulah, kita bisa beramal dengan ibadah nan betul di atas jalan nan benar. Selain itu, thalabul ilmi juga merupakan perkara nan wajib bagi seorang muslim sebagaimana sabda nan telah disebutkan. Maka dari itu, belajar dan mengajarkan pengetahuan syar’i lebih utama dibandingkan melakukan ibadah nan sunah.
Ilmu apa nan perlu diperhatikan agar kita pelajari?
Setelah mengetahui pentingnya pengetahuan dan keistimewaan menuntut ilmu, selanjutnya kita kudu tahu pengetahuan apa nan semestinya perlu menjadi perhatian kita agar dipelajari. Syekh Muhammad bin Abdul Wahab mengatakan dalam matan Ushul Tsalasah,
اعْلمْ رَحِمَكَ اللهُ أَنَّهُ يَجِبُ عَلَيْنَا تَعَلُّمُ أَرْبَع مَسَائِلَ :المسألة الأُولَى: الْعِلْمُ: وَهُوَ مَعْرِفَةُ اللهِ، وَمَعْرِفَةُ نَبِيِّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَمَعْرِفَةُ دِينِ الإِسْلامِ بالأَدِلَّةِ
“Ketahuilah -semoga Allah merahmatimu-, bahwasanya wajib bagi kita untuk mengetahui empat perkara. Perkara nan pertama: Berilmu, adalah mengenal Allah, mengenal Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam, dan mengenal kepercayaan Islam dengan dalil-dalilnya….”
Maka, pengetahuan nan paling awal kudu kita pelajari tentu pengetahuan tentang mengenal Allah, mengenal Nabi-Nya, dan mengenal kepercayaan Islam. Bisa dikatakan juga pengetahuan nan membikin seseorang bisa berdiri di atas Islam. Ilmu nan paling utama agar seseorang bisa berdiri di atas kepercayaan Islam adalah tauhid sebagaimana perintah Allah ‘Azza Wajalla. Ia berfirman,
فَاعْلَمْ اَنَّهٗ لَآ اِلٰهَ اِلَّا اللّٰهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْۢبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنٰتِۚ
“Ketahuilah (Nabi Muhammad), bahwa tidak ada Tuhan (yang patut disembah) selain Allah serta mohonlah pembebasan atas dosamu dan (dosa) orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan.” (QS. Muhammad: 19)
Setelah mempelajari tauhid dan dasar-dasar iman, pengetahuan apalagi nan krusial jadi perhatian? Imam Ahmad rahimahullah berkata,
يجب أن يطلب من العلم ما يقوم به دينه؛ قيل له مثل أي شيء؟ قال الذي لا يَسَعُه جهله؛ صلاته، وصيامه ونحو ذلك
“Wajib untuk menuntut pengetahuan nan bisa menegakkan agamanya.” Ditanyakan padanya, “Semisal apa saja?” Ia menjawab, “Ilmu nan ketidaktahuannya tidak bisa membantunya, seperti salatnya, puasanya, dan semisalnya.”
Maka, nan wajib menjadi perhatian bagi seorang muslim adalah pengetahuan nan membuatnya bisa menunaikan kewajibannya sebagai seorang muslim dan juga nan menjaganya agar bisa menjauhi hal-hal nan diharamkan. Sehingga, keadaan setiap orang berbeda-beda, seorang pedagang wajib mempelajari fikih jual beli, seorang petani dan peternak kudu tahu seputar norma kebaikan pertanian dan peternakan, dan semisalnya.
Lalu bagaimanakah langkah menuntut pengetahuan nan baik? Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
فَاسْـَٔلُوْٓا اَهْلَ الذِّكْرِ اِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَۙ
“Bertanyalah kepada mahir pengetahuan jika Anda tidak mengetahui.” (QS. An-Naml: 43)
Maka, menuntut pengetahuan nan baik adalah bertanya kepada seorang ustadz namalain guru. Merupakan perihal nan kurang baik ketika seseorang menuntut pengetahuan hanya mengandalkan kitab semata tanpa pembimbing nan membimbing.
Pentingnya pengetahuan syar’i ini menyebabkan perlunya kita untuk perhatian terhadap ilmu. Jangan sampai kita terlena dengan bumi dan meninggalkan pengetahuan syar’i. Karena dengan ilmu, kita bisa melangkah di atas jalan nan benar, bukan di atas jalan-jalan orang nan dimurkai dan orang-orang nan sesat.
Setelah kita mempelajari ilmu, langkah selanjutnya nan perlu dilakukan tentunya adalah mengamalkannya. Jangan sampai kita menjadi orang nan dimurkai Allah Subhanahu Wa Ta’ala sebagaimana dalam firman-Nya,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لِمَ تَقُوْلُوْنَ مَا لَا تَفْعَلُوْنَ كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللّٰهِ اَنْ تَقُوْلُوْا مَا لَا تَفْعَلُوْنَ
“Wahai orang-orang nan beriman, kenapa Anda mengatakan sesuatu nan tidak Anda kerjakan? Sangat besarlah kemurkaan di sisi Allah bahwa Anda mengatakan apa nan tidak Anda kerjakan.” (QS. Ash-Shaf: 2-3)
***
Penulis: Firdian Ikhwansyah
Artikel: KincaiMedia
Sumber:
Kitab Ushulud Dakwatis Salafiyah, karya Syekh Abdullah bin Barjas.