ARTICLE AD BOX
KincaiMedia, JAKARTA -- Fenomena menjamurnya tukang parkir liar meresahkan dan mendapatkan banyak penolakan dari masyarakat. Banyak pengakuan konsumen nan tidak tulus bayar parkir dan merasa terpaksa.
Apalagi memandang rupanya ada tukang parkir liar nan justru penghasilannya besar dan mereka flexing di medsos, apalagi ada nan umroh sampai dua kali.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) turut buka bunyi menanggapi kejadian ini. Menurut Wasekjen MUI KH Ahmad Fahrurrazi, masalah duit parkir ini kudu jelas dari awal. Apabila sebelumnya tidak ada kesepakatan sewa jasa nan terjadi antara pembeli dan tukang parkir, maka tidak wajib hukumnya memberikan duit parkir dan tidak boleh dipaksa.
“Apapun status duit nan diberikan kepada para tukang parkir adalah bingkisan namalain infak jika pembeli tersebut memberikannya atas dasar kerelaan hatinya (ikhlas) lantaran merasa terbantu dengan jasanya,” terang Gus Fahrur beberapa waktu lalu.
Namun jika pembeli itu memberikan duit kepada para tukang parkir tersebut lantaran mengira bahwa mereka wajib melakukannya, apalagi terpaksa, maka para tukang parkir tersebut tidak boleh (haram) menerima duit nan diberikan kepada mereka. Tukang parkir wajib menunjukkan para pembeli bahwa mereka tidak wajib memberikan duit parkir kepada mereka, apalagi jika pihak toko sudah mengumumkan bahwa mereka bebas parkir, dan tidak membebankan biaya parkir sepeserpun kepada para pembelinya.
Hukum memaksa menarik pungli parkir liar adalah haram, bisa termasuk dalam kategori al-Maksu sebagai mana dijelaskan dalam sebuah hadis yg diriwayatkan Imam Abu Dawud,
قَالَ رسول الله لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ صَاحِبُ مَكْسٍ
Artinya, "Rasulullah saw bersabda, “Tidaklah masuk surga orang nan menarik pungutan liar”.(HR Abu Dawud).
sumber : Dok Republika