ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Bunda berjulukan Katherine begitu emosional saat mengetahui dirinya hamil. Bagaimana tidak, Katherine telah didiagnosis penyakit jantung sebelum tahu buletin kehamilannya.
Katherine dan sang suami Shawan, mengaku takut dengan kondisi kesehatan nan bakal dihadapi ke depan. Penyakit jantung rematik dengan pemeriksaan stenosis katup mitral nan dialami Katherine dapat menimbulkan komplikasi nan menakut-nakuti nyawanya dan sang bayi sebelum dilahirkan.
"Kami senang, tetapi juga resah dengan kesehatan saya. Agak menyedihkan bahwa kami tidak bisa ceria mendengar buletin itu lantaran kondisi jantung saya," kata Katherine, dilansir laman Massachusetts General Hospital.
Kondisi medis ini juga sempat membikin tim medis meminta Katherine mempertimbangkan untuk mengakhiri kehamilannya. Katherine pun memutuskan untuk mencari opsi kedua.
Ia pun berkonsultasi dengan mahir jantung intervensional di Massachusetts General Hospital Ignacio Inglessis-Azuaje, MD, dan mahir jantung lainnya Nandita S. Scott, MD. Scott sendiri diketahui mendirikan Program Penyakit Kardiovaskular dan Kehamilan, adalah sebuah program nan menyediakan perawatan multidisiplin untuk penyakit jantung selama kehamilan di Corrigan Minehan Heart Center, Mass General.
Inglessis dan Scott sepakat bahwa Katherine memenuhi syarat untuk menjalani percutaneous balloon mitral valvuloplasty, adalah tindakan memperlebar katup jantung untuk meningkatkan aliran darah. Meskipun prosedur tersebut berisiko, tim percaya mereka dapat melakukannya dengan aman, dan mereka pun berhasil.
Setelah menjalani tindakan medis, Katherine dapat melanjutkan sisa kehamilannya dengan baik. Ia pun melahirkan seorang bayi wanita sehat berjulukan Amari lima bulan kemudian.
"Kami sangat berterima kasih kepada para master nan penuh kasih sayang dan sangat berbakat ini beserta tim mereka. Berkat mereka, kami mempunyai bayi nan elok dan sehat saat ini," katanya.
Ilustrasi Ibu Hamil/ Foto: Getty Images/iStockphoto/EyeEm Mobile GmbH
Riwayat penyakit jantung nan diidap Katherine
Katherine didiagnosis stenosis mitral rematik sejak dari kecil. Kala itu, dia mengalami demam akibat jangkitan streptokokus nan tidak diobati, sehingga merusak jantung.
Akibat kondisinya, Katherine sering sakit dan mudah lelah. Ia juga rentan pingsan jika terpapar cuaca panas, Bunda.
"Saat tetap kecil, saya bakal pingsan di tengah hari saat cuaca panas. Saya sering sakit, mengalami sesak napas, dan mudah sekali lelah," ungkapnya.
Katherine sempat dirawat lantaran stenosis mitral di Filipina, dan dia pindah ke Amerika Serikat sebagai mahasiswa pertukaran pada tahun 2017. Setelah berjumpa Shawn, dia pindah ke Massachusetts pada tahun 2020. Ketika dia mengetahui sedang hamil, indikasi stenosisnya memburuk.
"Bahkan jika melangkah pelan menaiki tangga, saya bakal merasa mual dan lemah," katanya.
Bila memang diperlukan, Katherine siap untuk mengakhiri kehamilannya. Meski begitu, dia berambisi langkah tersebut tidak perlu diambil, Bunda.
"Saya memberi tahu Shawn, saya mau berbincang dengan master Inglessis. Jika menurutnya operasi bakal terlalu berisiko bagi saya, saya siap untuk melepaskannya dan mengakhirinya. Dokter Inglessis memberi kami secercah angan pertama sejak kami mengetahui bahwa saya hamil," ujar Katherine.
Kasus Katherine ini dievaluasi oleh tim kehamilan berisiko tinggi, termasuk mahir kedokteran ibu dan janin dari Departemen Obstetri dan Ginekologi, personil tim Women's Heart Health Program, anestesi, keperawatan, dan kardiologi intervensional.
"Persalinan dan kelahiran dapat menjadi tantangan bagi jantung nan sehat, jadi menangani jantung nan telah diperbaiki memerlukan beragam skill dan komunikasi rutin antar departemen," kata master kandungan Jeffrey Ecker, MD.
"Perawatan multidisiplin semacam itu adalah salah satu karakter unik Mass General."
Katherine juga menjalani pengetesan untuk memastikan katupnya merupakan kandidat nan baik untuk prosedur tersebut. Setelah dipastikan cocok, Katherine menjalani tindakan medis saat mengandung anak pertamanya ini.
"Untuk melanjutkan kehamilan, kami perlu membuka katup itu sedikit lebih lebar, dan meningkatkan aliran darah melalui katup tersebut. Dokter Inglessis sangat terbuka terhadap seluruh obrolan ini, dan dia berpikir bahwa prosedur tersebut dapat dilakukan," kata Scott.
"Tapi, kehamilan adalah perihal nan sangat pribadi. Apa pun keputusannya, tugas kami adalah mendukung Katherine, dan melakukan apa nan menurut kami terbaik untuk kelangsungan hidup ibu dan bayi," sambungnya.
Perlu diketahui, stenosis mitral dapat mempersempit bukaan katup mitral jantung, nan membatasi jumlah darah mengandung oksigen mengalir melalui jantung. Hal tersebut juga dapat menyebabkan cairan menumpuk di paru-paru.
Katherine menjalani percutaneous balloon mitral valvuloplasty saat dia mengandung sekitar 16 minggu. Prosedur minimal invasif ini dilakukan dengan menggunakan balon mini untuk meningkatkan bukaan katup mitral. Inglessis silam memasukkan kateter melalui pembuluh darah di kaki Katherine dan ke jantungnya untuk melakukan prosedur tersebut.
Setelah prosedur tersebut, Katherine dipulangkan untuk melanjutkan pemulihannya di rumah. Seiring dengan perkembangan kehamilannya, Katherine rutin memeriksakan kandungannya hingga melahirkan sang putri.
"Rasanya seperti keajaiban. Kami menyambut Amari sebagai sebuah keajaiban, dan sekarang dia membikin kami senang setiap hari. Dia adalah berkah terbesar bagi seluruh keluarga," ungkap Katherine.
Demikian kisah Katherine nan menjalani kehamilan dengan pemeriksaan penyakit jantung. Semoga info ini berfaedah ya.
Bagi Bunda nan mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join organisasi KincaiMedia Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(ank/rap)