ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Kecerdasan buatan (AI) memang sangat mendukung kehidupan di era digitalisasi. Termasuk, ada rumor bahwa kepintaran buatan (AI) diklaim efektif deteksi kanker payudara.
Kecerdasan buatan menunjukkan potensi nyata untuk membantu mahir radiologi mendeteksi jaringan kanker lebih sigap dan jeli serta memprediksi akibat kanker tetek pada individu.
Benarkah kepintaran buatan (AI) efektif penemuan kanker payudara?
Sadar namalain tidak, kepintaran buatan (AI) adalah bagian dari kehidupan sehari-hari nan menuntun segala perihal mulai dari daftar putar baru di Spotify hingga respons chatbot jasa pelanggan. Dokter telah lama menggunakan komputer untuk memberi tanda ketika ada nan tampak asing dalam gambar medis.
Namun, penelitian terbaru menunjukkan bahwa AI mungkin dapat menemukan kanker dalam mammogram namalain pencitraan tetek lainnya nan apalagi mungkin terlewatkan oleh mahir radiologi nan terlatih dengan baik. AI juga dapat memprediksi orang nan paling mungkin mengembangkan kanker tetek di antara mammogram.
Bagaimana AI mendeteksi kanker payudara?
Kecerdasan buatan adalah skill komputer untuk meniru perilaku manusia (misalnya, untuk belajar dan bertindak). Pengembang AI melatih komputer untuk mengenali pola dalam sejumlah besar data. Setelah program dilatih, program tersebut dapat mulai mengevaluasi info baru sendiri dan mulai membikin prediksi.
Untuk melatih AI agar dapat membaca mammogram, teknisi memasukkan info dari ratusan ribu hingga jutaan mammogram. Perangkat lunak AI menciptakan representasi matematis tentang seperti apa mammogram normal dan seperti apa mammogram dengan kanker.
Sistem AI memeriksa setiap gambar terhadap standar untuk membedakan nan normal dari nan tidak. Saat program tersebut terpapar pada lebih banyak gambar mammogram, program tersebut dapat belajar dari waktu ke waktu (disebut pembelajaran mesin) dan menjadi lebih akurat, jelas Amy K.
Patel, MD, seorang mahir radiologi tetek dan kepala medis The Breast Care Center di Liberty Hospital di Liberty, MO. AI juga digunakan untuk menemukan kanker pada USG dan MRI seperti dikutip dari laman Breastcancer.
Skrining kanker tetek dengan support AI tersedia di beberapa negara Eropa, tetapi belum menjadi standar di AS. Menurut The American College of Radiology Data Science Institute, sekitar 9 persen mahir radiologi AS menggunakan mammografi AI namalain pencitraan payudara. (Ahli radiologi adalah master nan menggunakan pencitraan untuk mendiagnosis dan mengobati penyakit.)
Ada banyak langkah berbeda nan dapat dilakukan mahir radiologi untuk menggunakan AI saat membaca mammogram, termasuk memeriksa hasil pembacaan mereka dengan hasil pembacaan komputer, namalain menggunakan komputer untuk melakukan mammogram guna memprioritaskan hasil terlebih dulu berasas hasil nan 'mencurigakan'.
Penelitian tetap melangkah di negara-negara nan lebih banyak menggunakan AI untuk memeriksa tanda-tanda kanker, tetapi studi nan telah dilakukan sejauh ini menunjukkan bahwa AI dapat meningkatkan penemuan kanker tetek dalam beberapa cara.
Mengidentifikasi kanker lebih dini
Menurut The National Cancer Institute, pemeriksaan mammogram tidak mendeteksi sekitar 20 persen kanker payudara. Sistem AI tampaknya mempunyai skill untuk mendeteksi tanda-tanda kanker awal nan sangat samar nan mungkin tidak terdeteksi oleh mata manusia.
Sebuah studi nan diterbitkan dalam The Lancet Oncology menjelaskan gimana para peneliti menggunakan AI untuk membantu memeriksa mammogram lebih dari 80.000 wanita di Swedia.
Setengah dari wanita ini menjalani pemeriksaan mammogram oleh AI sebelum diperiksa oleh mahir radiologi, sementara separuh lainnya menjalani pemeriksaan oleh dua orang mahir radiologi.
Studi tersebut mengungkapkan bahwa golongan AI mempunyai 20 persen lebih banyak kanker nan terdeteksi daripada golongan nan hanya diperiksa oleh mahir radiologi.
Studi lain di Jerman dan AS nan menggunakan AI untuk memeriksa nyaris 1,2 juta mammogram menemukan bahwa mahir radiologi dan sistem AI nan bekerja sama 2,6 persen lebih baik dalam mendeteksi kanker tetek daripada hanya diperiksa oleh mahir radiologi. Hasilnya dipublikasikan di The Lancet Digital Health pada Juli 2022.
Mengurangi hasil positif palsu
Hasil positif tiruan terjadi ketika mahir radiologi mendeteksi temuan abnormal pada mammogram nan pada akhirnya tidak terbukti sebagai kanker. Namun, sebelum kanker dapat disingkirkan, master mungkin perlu meminta beberapa tes lanjutan, seperti gambar mammogram tambahan, USG, namalain biopsi, nan dapat menguras emosi dan finansial.
Kecerdasan buatan dapat hasilkan pemeriksaan kanker nan lebih akurat?
Para peneliti di University of Washington dan University of California, Los Angeles, telah mengembangkan sistem kepintaran buatan nan dapat membantu mahir patologi membaca biopsi dengan lebih akurat, dan menghasilkan penemuan serta pemeriksaan kanker tetek nan lebih baik.
Dokter memeriksa gambar biopsi jaringan tetek untuk mendiagnosis kanker payudara. Namun, perbedaan antara gambar kanker dan jinak dapat susah diklasifikasikan oleh mata manusia. Algoritme baru ini membantu menafsirkannya dan melakukannya nyaris sama jeli namalain lebih baik daripada mahir patologi berpengalaman, tergantung pada tugasnya. Tim peneliti menerbitkan hasilnya pada 9 Agustus di jurnal JAMA Network Open.
“Pekerjaan ini difokuskan pada langkah menangkap karakter kelas diagnostik nan berbeda dengan menganalisis pola kelas jaringan di sekitar saluran dalam gambar slide utuh biopsi payudara,” kata rekan penulis Linda Shapiro, seorang pembimbing besar di the UW Paul G. Allen School of Computer Science & Engineering. "Mahasiswa doktoral saya, Ezgi Mercan, menemukan deskriptor baru nan disebut fitur struktur nan bisa merepresentasikan pola-pola ini dengan langkah nan ringkas untuk digunakan dalam pembelajaran mesin," ujarnya.
Pada tahun 2015, sebuah studi dari Fakultas Kedokteran UW menemukan bahwa mahir patologi sering tidak setuju dengan interpretasi biopsi payudara, nan dilakukan pada jutaan wanita setiap tahun.
Studi tersebut mengungkapkan bahwa kesalahan diagnostik terjadi pada sekitar satu dari setiap enam wanita nan mempunyai jenis kanker tetek noninvasif nan disebut 'karsinoma duktal in situ'. Selain itu, pemeriksaan nan salah diberikan pada sekitar separuh dari kasus biopsi dengan sel abnormal nan dikaitkan dengan akibat kanker tetek nan lebih tinggi, suatu kondisi nan disebut breast atypia.
“Gambar medis biopsi tetek mengandung banyak sekali info nan kompleks, dan menafsirkannya bisa sangat subjektif,” kata rekan penulis Dr. Joann Elmore, seorang pembimbing besar kedokteran di the David Geffen School of Medicine di UCLA, nan sebelumnya adalah seorang pembimbing besar kedokteran internal di Sekolah Kedokteran UW.
“Membedakan breast atypia dari ductal carsinoma in situ krusial secara klinis, tetapi sangat menantang bagi para mahir patologi. Terkadang master apalagi tidak setuju dengan pemeriksaan mereka sebelumnya ketika mereka diperlihatkan kasus nan sama setahun kemudian.”
Para intelektual berdasar bahwa kepintaran buatan dapat memberikan pembacaan nan lebih jeli secara konsisten. Ia menggunakan kumpulan info besar nan memungkinkan sistem pembelajaran mesin mengenali pola nan mengenai dengan kanker nan susah dilihat oleh dokter.
Setelah mempelajari strategi nan digunakan para mahir patologi selama interpretasi biopsi payudara, tim mengembangkan metode kajian gambar nan disesuaikan untuk mengatasi tantangan ini.
Tim tersebut memasukkan 240 gambar biopsi tetek ke dalam komputer, melatihnya untuk mengenali pola nan mengenai dengan beberapa jenis lesi payudara, mulai dari nonkanker dan atipia hingga karsinoma duktal in situ dan kanker tetek invasif. Diagnosis nan betul ditentukan oleh konsensus di antara tiga mahir patologi.
Untuk menguji sistem tersebut, para peneliti membandingkan pembacaannya dengan pemeriksaan independen nan dibuat oleh 87 mahir patologi AS nan berpraktik nan menafsirkan kasus nan sama.
Algoritme tersebut nyaris sama baiknya dengan master manusia dalam membedakan kanker dari nonkanker. Namun, dia mengungguli master saat membedakan ductal carcinoma in situ, mendiagnosis biopsi kanker tetek pra-invasif dengan betul sekitar 89 persen dari waktu, dibandingkan dengan 70 persen untuk mahir patologi seperti dikutip dari laman Washington.edu.
“Hasil ini sangat menggembirakan,” kata Elmore. “Keakuratan di kalangan mahir patologi nan berpraktik di AS dalam perihal pemeriksaan atipia dan karsinoma duktal in situ rendah, dan pendekatan otomatis berbasis komputer menunjukkan angan besar.”
Para peneliti sudah berupaya melatih sistem untuk mendiagnosis kanker kulit. Ezgi Mercan, seorang peneliti di Seattle Children Hospital nan menyelesaikan penelitian ini sebagai mahasiswa doktoral di Allen School, adalah penulis pertama makalah ini. Penulis lainnya adalah Sachin Mehta, seorang mahasiswa doktoral di departemen teknik listrik dan komputer UW, Dr. Jamen Bartlett di Southern Ohio Pathology Consultants. dan Dr. Donald Weaver di The University of Vermont.
Bagi Bunda nan mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join organisasi KincaiMedia Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(pri/pri)