ARTICLE AD BOX
Setelah membahas Arab Ba’idah nan telah punah dan Arab ‘Aribah nan merupakan suku original Jazirah Arab, sekarang waktunya kita mengenal Arab Musta’rabah. Apa itu Arab Musta’rabah? Bagaimana awal terbentuknya? InsyaAllah tulisan ini bakal mengantarkan Anda untuk mengetahui lebih lanjut mengenai Arab Musta’rabah.
Dari Ibrahim ke Makkah: Awal Arab Musta’rabah
Arab Musta’rabah (العرب المستعربة) berasal dari keturunan Nabi Ibrahim (إبراهيم) ‘alaihissalam nan sempat menetap di wilayah Irak. Setelah selang beberapa saat, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam berhijrah ke beberapa daerah, di antaranya adalah Mesir. Ketika di Mesir, Fir’aun mencoba melakukan tipu daya kepada Sarah (سارة), istri beliau ‘alaihissalam. Akan tetapi, Allah membalikkan tipu daya tersebut kepada Fir’aun. Akhirnya, Fir’aun menyadari bahwa Sarah mempunyai hubungan nan kuat dengan Allah sehingga dia menghadiahkan Hajar (هاجر) kepada Sarah. Di kemudian hari, Sarah menikahkan Hajar dengan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam.
Jejak Nabi Isma’il: Kehidupan di lembah Makkah
Dalam pernikahan Nabi Ibrahim dengan Hajar, Allah mengaruniakannya anak berjulukan Isma’il (إسماعيل). Hal itu membikin Sarah cemburu. Hal ini memaksa Nabi Ibrahim ‘alaihissalam membawa Hajar beserta Isma’il mini ke wilayah Hijaz (الحجاز). Beliau menempatkan keduanya di lembah tandus di dekat Baitullah nan waktu itu belum berbentuk Ka’bah. Saat itu, masyarakat sama sekali belum ada. Nabi Ibrahim ‘alaihissalam membekali keduanya dengan sekantung kurma dan sekantung air. Setelah itu, beliau kembali Palestina. Hari-hari berlalu sampai perbekalan mereka berdua habis. Singkat cerita, memancarlah air dari sumur Zamzam atas karunia dari Allah ‘Azza Wajalla. Dengan demikian, air Zamzam tersebut dapat menjadi makanan bagi keduanya untuk sementara waktu. Selang beberapa waktu, datanglah kabilah dari Yaman, adalah Jurhum kedua ke Makkah dan menetap di sana setelah mendapatkan izin kepada Hajar, ibu Isma’il.
Nabi Ibrahim ‘alaihissalam sering mengunjungi Makkah untuk memandang keadaan keluarganya nan ditinggalkan di sana. Sumber-sumber sejarah menyebut bahwa setidaknya ada empat kali kunjungan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam ke Makkah.
Salah satu kunjungannya itu Allah Subhanahu Wa Ta’ala ceritakan di dalam Al-Qur’an tatkala Nabi Ibrahim ‘alaihissalam bermimpi menyembelih anaknya, Isma’il. Maka, Nabi Ibrahim menjalankan perintah tersebut. Allah ‘Azza Wajalla berfirman,
فَلَمَّاۤ اَسۡلَمَا وَتَلَّهٗ لِلۡجَبِيۡنِۚ (١٠٣) وَنَادَيۡنٰهُ اَنۡ يّٰۤاِبۡرٰهِيۡمُۙ (١٠٤) قَدۡ صَدَّقۡتَ الرُّءۡيَا ۚ اِنَّا كَذٰلِكَ نَجۡزِى الۡمُحۡسِنِيۡنَ (١٠٥) اِنَّ هٰذَا لَهُوَ الۡبَلٰٓؤُا الۡمُبِيۡنُ (١٠٦) وَفَدَيۡنٰهُ بِذِبۡحٍ عَظِيۡمٍ (١٠٧)
“Maka, ketika keduanya telah bertawakal diri dan dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas pelipisnya, (untuk melaksanakan perintah Allah). Lalu, Kami panggil dia, ‘Wahai Ibrahim! Sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu.’ Sungguh, demikianlah Kami memberi jawaban kepada orang-orang nan melakukan baik. Sesungguhnya ini betul-betul suatu ujian nan nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan nan besar.” (QS. Ash-Shaffat: 103-107)
Kisah ini menceritakan minimal kunjungan pertama sebelum Isma’il beranjak dewasa. Tiga kunjungan lainnya disebutkan panjang lebar oleh Bukhari dari Ibnu Abbas. Intinya, tatkala Nabi Isma’il beranjak dewasa dan belajar bahasa Arab dari kabilah Jurhum, masyarakat kagum dengan kepribadiannya. Lalu, mereka menikahkan Nabi Isma’il dengan seorang wanita dari kabilah tersebut. Tidak beselang lama, Hajar meninggal dunia. Setelah Nabi Isma’il menikah, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam mengunjungi keluarganya di Makkah. Namun, beliau ‘alaihissalam tidak mendapati Nabi Isma’il di sana. Akan tetapi, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam berjumpa dengan istri Nabi Isma’il dan menanyakan keadaan mereka berdua. Istrinya mengeluhkan kesulitan hidup nan mereka alami. Setelah itu, Nabi Ibrahim berpesan kepada Isma’il melalui istrinya agar Nabi Isma’il “mengganti periode pintu rumahnya”. Setelah mendengar pesan ayahnya, Nabi Isma’il mengerti maksud ayahnya, silam menceraikan istrinya tersebut.
Setelah itu, Nabi Isma’il menikah dengan wanita lain, adalah seorang putri Mudhadh bin ‘Amr (مضاض بن عمرو). Mudhadh adalah seorang tokoh dalam kabilah Jurhum. Di kesempatan lain, Nabi Ibrahim berjamu kembali setelah pernikahan Nabi Isma’il nan kedua. Nabi Ibrahim Kembali tidak mendapati Nabi Isma’il. Kemudian, beliau berjumpa dengan istri keduanya dan menanyakan kondisi mereka berdua. Istrinya memuji Allah dan bercerita tentang keadaan mereka nan baik. Maka, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam berpesan kepada Nabi Isma’il agar “memperkuat periode pintu rumahnya”.
Setelah beberapa waktu, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam kembali berjamu ke Makkah dan menjumpai Nabi Isma’il ‘alaihissalam. Ketika Nabi Isma’il berjumpa sang ayah, beliau segera menyambut ayahnya dengan penuh kasih, sebagaimana nan dilakukan oleh seorang anak kepada ayahnya. Pertemuan mereka terjadi setelah sekian lama sehingga menimbulkan kerinduan nan mendalam.
Dalam kunjungannya ini, Nabi Ibrahim juga membangun Ka’bah berdampingan Nabi Isma’il dan meninggikan fondasinya. Setelah itu, Nabi Ibrahim juga berseru kepada manusia untuk melaksanakan ibadah haji sebagaimana nan Allah perintahkan.
Keturunan Nabi Isma’il: Jejak Nabatea dan Arab Adnaniyah
Dari pernikahan Nabi Isma’il dengan putri Mudhadh, Allah menganugerahkan dua belas anak laki-laki, adalah Nabat (نابت), Qaidar (قيدار), Adba’il (أدبائيل), Mibsyam (مبشام), Misyma’ (مشماع), Duma (دوما), Misya (ميشا), Hadad (حدد), Yatma (يتما), Yathur (يطور), Nafis (نفيس), dan Qaiduman (قيدمان). Dari anak-anaknya tersebut, terbentuk 12 kabilah nan semuanya menetap di Makkah selama beberapa waktu. Mata pencaharian mereka adalah berbisnis dari negeri Yaman ke negeri Syam dan Mesir. Setelah itu, kabilah-kabilah ini menyebar ke seluruh Jazirah Arab, apalagi sampai keluar wilayah tersebut. Seiring berjalannya waktu, jejak sejarah mereka hilang, selain anak keturunan Nabat dan Qaidar.
Peradaban anak keturunan Nabat (Nabatea) berkembang pesat di wilayah utara Hijaz. Mereka membentuk pemerintahan nan kuat dan diakui oleh orang-orang di sekitarnya. Mereka menjadikan Petra sebagai ibu kotanya. Tidak ada nan bisa menandingi kekuatan mereka sampai bangsa Romawi mengalahkan mereka.
Adapun keturunan Qaidar, mereka senantiasa menetap di Makkah sampai lahirnya Adnan (عدنان) dan anaknya, Ma’ad (معد). Dari Adnan inilah, nasab bangsa Arab Adnaniyyah terjaga. Adnan merupakan leluhur Nabi Muhammad ke-21 dalam silsilah beliau. Ma’ad mempunyai anak berjulukan Nizar (نزار). Nizar mempunyai empat orang anak adalah Iyad (إياد), Anmar (أنمار), Rabi’ah (ربيعة), dan Mudhar (مضر).
Kabilah Mudhar bercabang menjadi dua, adalah Qais ‘Ailan (قيس عيلان) dan Ilyas (إلياس). Ilyas bin Mudhar mempunyai keturunan Tamim bin Murrah (تميم بن مرة), Hudzail bin Mudrikah (هذيل بن مدركة), keturunan Asad bin Khuzaimah (بنو أسد بن خزيمة), dan keturunan Kinanah bin Khuzaimah (بطون كنانة بن خزيمة). Dari keturunan Kinanah, lahirlah Quraisy (قريش). Mereka adalah anak-anak Fihr bin Malik bin Nadhr bin Kinanah (فهر بن مالك بن النضر بن كنانة).
Quraisy terbagi menjadi banyak kabilah. Kabilah nan terkenal di antaranya adalah Jumuh (جمح), Sahm (سهم), Adi (عدي), Makhzum (مخزوم), Taim (تيم), Zuhrah (زهرة), keturunan Qushay bin Kilab (بطون قصي بن كلاب). Keturunan Qushay bin Kilab terdiri dari Abdud Dar (عبد الدار), Asad bin Abdul Uzza (أسد بن عبد العزي), dan Abdu Manaf (عبد مناف). Abdu Manaf mempunyai empat anak: Abdu Syams (عبد شمس), Naufal (نوفل), Al-Muththalib (المطلب), Hasyim (هاشم). Keluarga Hasyim adalah garis keturunan nan Allah pilih sebagai asal Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau adalah putra Abdullah bin Abdul Muththalib bin Hasyim (عبد الله بن عبد المطلب بن هاشم).
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إن الله اصطفى من ولد إبراهيم إسماعيل، واصطفى من ولد إسماعيل كنانة، واصطفى من بني كنانة قريشا، واصطفى من قريش بني هاشم، واصطفاني من بني هاشم
“Sesungguhnya Allah memilih Isma’il dari anak Ibrahim, memilih Kinanah dari keturunan Isma’il, memilih Quraisy dari keturunan Kinanah, memilih Bani Hasyim dari Kinanah, dan memilihku dari Bani Hasyim.” (HR. Muslim)
Semua keturunan Adnan menyebar ke seantero Jazirah Arab. Di antaranya ada nan beranjak ke Bahrain (البحرين), Yamamah (اليمامة), Bashrah (البصرة), Kufah (الكوفة), Madinah (المدينة), Tha’if (الطائف), dan Hauran (حوران). Keturunan Quraisy nan tetap menetap di Makkah. Awalnya mereka hidup terpencar-pencar dan tidak mempunyai persatuan hingga muncullah Qushay bin Kilab nan menyatukan mereka. Persatuan ini membikin mereka mulia dan mengangkat kedudukan mereka.
Arab Musta’rabah adalah salah satu pilar utama dalam peradaban Jazirah Arab. Mereka tidak hanya membangun fondasi budaya dan sejarah nan kuat, tetapi juga Allah pilih sebagai garis keturunan lahirnya Nabi terakhir nan mulia, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebuah warisan nan mengingatkan kita bakal peran besar bangsa ini dalam sejarah umat manusia.
***
Penulis: Fajar Rianto
Artikel: KincaiMedia
Sumber:
Disarikan dari Ar-Rahiq Al-Makhtum, karya Syekh Shafiyurrahmān Al-Mubarakfuri dengan sedikit penambahan.