Jalan Sufi Fatimah Al-nishaburiya

Sedang Trending 1 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

KincaiMedia, KHURASAN -- Kilau kekayaan tak bisa memikat hati Fatimah al-Nishaburiya. Perempuan asal Khurasan, Iran, itu melepaskan diri dari jerat materi dan lebih memilih untuk menyusuri jalan spiritual. Padahal, dia adalah putri dari seorang pangeran. Ia mendalami tasawuf dan di kemudian hari menjadi sosok sufi wanita nan bereputasi tinggi.

Pasangan hidupnya juga seorang sufi ternama, Ahmad bin Khudruya. Ia menawarkan dirinya untuk dinikahi sang sufi tersebut. Utusannya mengirim pesan kepada Ahmad agar melamarnya menjadi istrinya. Ahmad semula tak memberikan respons. Lalu, Fatimah kembali mengirimkan utusannya nan kedua kali.

Ahmad akhirnya tergerak menikahi Fatimah. Pernikahan mereka langgeng. Fatimah berdampingan suaminya di sepanjang hidupnya. Sementara itu, jalan sufi nan ditempuhnya mengantarkan Fatimah pada pertemuan mengesankan dengan sufi-sufi ternama. Ia berjumpa Dzun-Nun al-Misri, pembimbing dari Mesir dan Bayazid Bistami.

Mereka menjalin serangkaian obrolan gimana menjalin cinta dengan Tuhan. Omaima Abou-Bakr, pembimbing besar bahasa Inggris dan komparasi literatur dari Cairo University, mengatakan, Dzun-Nun melontarkan pujian kepada Fatimah. Ia menyatakan bahwa Fatimah merupakan sosok sufi sejati, apalagi dia menyebut Fatimah sebagai gurunya.

Sadia Dehlvi dalam artikelnya, Mystic Women, menuliskan, saat seseorang bertanya kepada Dzun-Nun, siapa nan paling tinggi tingkatannya di antara para sufi, dia memberikan jawaban, Seorang wanita di Makkah berjulukan Fatimah al-Nishaburiyah, nan sangat memahami Alquran.

Dengan langkah nan sama, Bistami menyampaikan sanjungannya. Dalam seluruh hidupku, saya hanya mengenal satu-satunya wanita nan layak dipuji, dia adalah Fatimah. Pujian ini didorong oleh kekaguman dan kekagetan Bistami setelah mengetahui rupanya Fatimah bukan hanya mengetahui stasiun-stasiun spiritual.

Fatimah juga telah mereguk pengalaman dari setiap stasiun-stasiun spiritual tersebut. Bistami menarik konklusi dari pengamatannya, sebelum Fatimah mengungkapkan soal pengetahuan dan pengalaman spiritualnya. Pemahamannya nan tinggi terhadap konsep tasawuf membikin Fatimah juga pernah mendebat sufi sekelas Dzun-Nun.

Suatu saat, Dzun-Nun pernah menolak sebuah pemberian nan dikirimkan Fatimah kepadanya. Ia menegaskan, tak bisa menerima bingkisan nan diberikan seorang perempuan. Tak terima pemberiannya ditolak, dengan kata-kata bijaknya Fatimah membikin Dzun-Nun menanggung malu.

Ia meminta Dzun-Nun meninjau kembali konsep-konsep dasar tasawuf nan mungkin dia lupakan. Seorang sufi sejati tak memandang penyebab sekunder, tetapi selalu merujuk pada pemberi nan abadi, adalah Tuhan, katanya lugas. Dalam persahabatan nan dijalinnya dengan Bistami, Fatimah kerap membicarakan soal jalan-jalan spiritual.

Persahabatan itu terjalin erat hingga pada suatu hari ikatannya agak memudar. Ini bermulai dari pertanyaan Dzun-Nun hiasan inai pada sepasang tangan Fatimah. Menurut Annemarie Schimmel, dalam bukunya, Jiwaku adalah Wanita, sang sufi memperhatikan salah satu karakter kecantikan Fatimah berupa tahi lalat.

Sumber lain, jelas Schimmel, Dzun-Nun mempertanyakan soal sepasang tangannya nan berhiaskan inai. Lalu, Fatimah menukas atas pertanyaan Dzun-Nun. Menurut dia, selama ini diskusi-diskusi nan dia bangun dengan Dzun-Nun diyakini sebagai persahabatan dua jiwa nan bersama-sama menyusuri jalan keilahian.

Namun, setelah Dzun-Nun mempertanyakan hiasan pada tangannya, Fatimah menganggap poros telah bergeser dan kemudian dia telah menjadi objek. Dengan demikian, perhatian tak lagi sepenuhnya pada hal-hal Ilahiah, tetapi juga pada penampilan fisik. Menurut dia, perihal nan berbau duniawi telah mencemari persahabatan spiritual itu.

Secara tegas, Fatimah mengatakan, pembicaraan spiritual nan bebas tak mungkin lagi bisa berlangsung. Bagi suaminya, Ahmad bin Khudruya, Fatimah juga akhirnya menjadi pembimbing spiritualnya. Saat Ahmad menampakkan kecemburuan lantaran Fatimah membangun persahabatan dengan dua sufi lainnya, dia menyampaikan klarifikasinya.

Kau karib dengan diri alamiahku, sedangkan Bayazid dengan jalan spiritualku, ujar Fatimah memberikan penjelasan kepada suaminya. Omaima mengatakan, Fatimah merupakan wanita nan mempunyai keteguhan hati, independen, percaya diri, dan mempelajari tradisi-tradisi sufi secara mendalam.

Di sisi lain, Fatimah pun meninggalkan sebuah paradigma sendiri dalam kehidupan sufi. Sebuah pernikahan tak membuatnya abai dengan jalan spiritual. Ia menjalani perannya sebagai seorang istri dan  pejalan rohani dengan baik. Dua perihal itu melangkah berbarengan dan tak saling menghapuskan satu sama lain.

Menurut Annemarie Schimmel, Fatimah adalah sosok sufi nan menonjol di antara wanita sufi nan menikah. Menurut dia, keberadaan Fatimah menunjukkan bahwa para wanita sufi tak menjalani hidup selibat namalain tidak menikah. Ajal menjemput sufi wanita ini pada 849 Masehi. n

sumber : Dok Republika

Selengkapnya
lifepoint upsports tuckd sweetchange sagalada dewaya canadian-pharmacy24-7 hdbet88 mechantmangeur mysticmidway travelersabroad bluepill angel-com027