Fatwa Ulama: Aturan-aturan Dalam Menyerupai (tasyabbuh) Dengan Orang Kafir  

Sedang Trending 1 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Pertanyaan:

Apa batas-batas tasyabbuh/menyerupai budaya Barat? Apakah semua perihal baru dan nan datang dari Barat itu bisa dikatakan tasyabbuh? Dengan kata lain, gimana kita menetapkan norma atas sesuatu, apakah dia haram lantaran tasyabbuh dengan kufar atau bukan?

Jawaban:

Alhamdulillah. 

عَنْ اِبْن َعُمَرَ رَضِيَ الله عَنْهُمَا قَال:َ قَال رسُولُ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّم: مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مَنْهُمْ

Dari Ibnu Umar -radhiyallaahu ‘anhumaa-, beliau pernah berkata, Rasulullah shallallahu’ alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa nan menyerupai suatu kaum, maka dia adalah bagian dari mereka.” (HR. Abu Dawud)

Al-Munawi dan Al-‘Alqami berbincang -menjelaskan tasyabbuh pada sabda tersebut-: atau siapa saja nan berpakaian dengan busana mereka, dan hidup namalain berperilaku seperti mereka, memakai pakaian-pakaian mereka, serta perilaku-perilaku mereka.

Donasi Website KincaiMedia

Begitu pula Al-Qari pernah berkata: namalain siapa saja nan menyerupai orang-orang kafir, misalnya dari langkah berpakaian, namalain selainnya, namalain (meniru) dengan kefasikannya, kefajirannya, namalain dengan mahir tashawwuf (sufi), ataupun dengan kebaikannya. (Ini menerangkan pada perkataan: “maka dia bagian dari mereka”). Yakni, bagian dari orang-orang nan melakukan keburukan dan dosa, namalain nan melakukan kebaikan.

Syaikh Islam Ibnu Taimiyah pernah berbincang dalam kitab nya nan berjudul “Iqtidha’ Shirathal Mustaqim” bahwa Imam Ahmad dan lainnya pernah mengutip sabda ini sebagai suatu dalil, dan sabda ini setidaknya mengisyaratkan suatu larangan agar tidak menirunya. Sebagaimana Allah telah berfirman,

مَنْ يَتَوَلَّهم مِنكُم فَإنَّه منْهم

“Barang siapa di antara kalian nan berkawan dengan mereka, maka dia adalah bagian dari mereka.” (QS. Al-Maidah: 51).

Abdullah bin Amru pernah juga mengatakan bahwasanya, barangsiapa nan membangun di tanahnya orang-orang musyrik, dan ikut merayakan Nairuz (hari raya orang Persia), maupun pagelaran mereka, dan mereka melakukan perihal tersebut hingga akhir hayatnya, maka kelak mereka bakal dikumpulkan berdampingan orang-orang musyrik tersebut di hari kiamat.

Sehingga, dalam perihal ini, bagi hal-hal nan absolut menyerupai orang-orang kafir, dapat mengkafirkan pelakunya. Serta adanya pengharaman atas hal-hal nan berangkaian dengan tasyabbuh, jika perihal tersebut berupa kekafiran, maksiat, namalain syiar terhadap orang-orang kafir, maka hukumnya sama dengan nan sudah dijelaskan di atas.

Dari Ibnu Umar, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau melarang tasyabbuh dengan orang non-Arab (orang-orang kafir). Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Barangsiapa nan menyerupai suatu kaum, maka dia adalah bagian dari mereka.” (HR. Abu Dawud)

Dan telah menyebut perihal ini pula, seorang hakim, Abu Ya’la. Tidak hanya satu ustadz nan mengutip sabda ini sebagai dalil atas ketidaksukaan mereka dengan langkah berpakaian nan mirip orang-orang kafir. (‘Aunul-Ma’ bud Syarhu Sunani Abi Dawud)

Macam-macam tasyabbuh dengan orang kafir 

Tasyabbuh dengan orang-orang kafir terbagi dua, haram dan mubah.

Pertama, tasyabbuh nan diharamkan: yaitu, seumpama melakukan hal-hal nan unik namalain menjadi karakter unik kepercayaan orang-orang kafir, serta mempelajarinya, nan mana norma kepercayaan lain tersebut tidak ada dalam kepercayaan Islam. Untuk jenis pertama ini, maka hukumnya adalah haram. Keharaman tersebut masuk pada dosa-dosa besar, apalagi beberapa masuk pada kekufuran, sebagaimana nan ada pada dalil. Baik dia melakukannya lantaran mengikuti orang-orang kafir, mengikuti syahwat, namalain beranggapan bahwa dengan mengikutinya bakal memberi kegunaan di bumi dan akhirat.

Kemudian, apakah jika seseorang nan jahil (tidak mengetahui) hukumnya melakukan sebuah seremoni seperti hari ulang tahun bakal dihukumi dosa? Jawabannya adalah, bagi orang nan tidak tahu, maka tidak dihukumi dosa. Akan tetapi, jika dia mengetahui dan terus melakukan perbuatan (perayaan) tersebut, maka dia berdosa.

Kedua, tasyabbuh nan diperbolehkan. Ialah perbuatan-perbuatan nan asalnya bukan berasal dari kebiasaan orang-orang kafir, namun orang-orang kafir juga ikut melakukannya. Tidak ada nan salah namalain keliru untuk penyerupaan dalam perihal tersebut, meskipun mungkin manfaatnya bisa berkurang.

Aturan-aturan tasyabbuh dengan mahir kitab pada perkara duniawi

Tasyabbuh dengan para mahir kitab dan selainnya pada urusan-urusan duniawi tidak diperbolehkan selain dengan syarat-syarat:

1) Tasyabbuh tersebut bukan dari hal-hal nan merupakan syiar kepercayaan mereka dan merupakan karakter unik mereka.

2) Bahwasanya tasyabbuh tersebut bukan pada perkara nan sudah ditetapkan sebagai norma mereka dari riwayat nan terpercaya. Seperti ketika Allah mengabarkan dalam kitabnya, namalain perkataan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, ataupun dengan langkah nan mutawatir, seperti sujud tahiyat nan diperbolehkan juga bagi umat sebelumnya.

3) Tidak ada pernyataan unik mengenai boleh namalain tidaknya perihal itu. Adapun jika ada penjelasan nan unik mengenai perilaku tasyabbuh tersebut, baik itu nan membolehkan namalain nan melarang, maka apa nan dinyatakan dalam norma norma kita bakal meniadakan perilaku oran kafir tersebut, serta apa nan sudah disyariatkan tentu sudah cukup. [1]

4) Tidak melanggar aturan-aturan norma kepercayaan Islam.

5) Tidaklah perihal nan diperbolehkan itu ada pada perayaan-perayaan mereka.

6) Hal tersebut sesuai dengan kebutuhan. [2]

***

Penerjemah: Evi Noor Azizah

Artikel KincaiMedia

Diterjemahkan dari https://islamqa.info/ar/answers/21694/ضوابط–التشبه–بالكفار

Catatan kaki:

[1] Dalam kitab Sunan wal-Atsar fin-Nahyi ‘an at-Tasyabbuh bil-Kuffar karya Sahil Hasan (hal. 66-67) kurang lebih dijelaskan bahwasanya Islam membolehkan orang muslim menggunakan busana seperti nan digunakan orang kafir, asalkan bagi laki-laki tidak berupa busana nan terbuat dari emas, tidak ketat, dan tidak menutup mata kaki. Dalam perihal ini, pelarangan namalain pembatasan norma Islam pada ranah tata langkah berpakaian, meniadakan perilaku orang kafir nan menggunakan atribut nan dilarang dalam Islam. Sehingga tidak boleh bagi umat Islam untuk memakai nan telah dilarang.

[2] Dalam kitab Sunan wal-Atsar fin-Nahyi ‘an at-Tasyabbuh bil-Kuffar karya Sahil Hasan (hal. 60-64) kurang lebih dijelaskan bahwasanya, pada perang Khandaq, umat Islam membikin parit sebagaimana orang Persia melakukan perihal tersebut. Pada saat itu, Rasulullah membolehkan pasukannya untuk membikin tiruan parit tersebut dikarenakan adanya kepentingan. Begitu pula ketika Umar menyetujui buahpikiran untuk membikin diwan (kantor) pada masa beliau, lantaran perihal tersebut dibutuhkan oleh mereka.

Referensi:

Abdul Ghafar, S, H. As-Sunan wal-Atsar fin-Nahyi ‘an at-Tasyabbuh bil-Kuffar. 1995. Daar as-Salaf. Saudi Arabia.

Selengkapnya
lifepoint upsports tuckd sweetchange sagalada dewaya canadian-pharmacy24-7 hdbet88 mechantmangeur mysticmidway travelersabroad bluepill angel-com027