Biografi Syu’aib Al-arnauth

Sedang Trending 1 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Mempelajari riwayat hidup para ustadz merupakan salah satu corak penghormatan kepada pengetahuan dan para pemiliknya. Melalui perjalanan hidup mereka, kita dapat meneladani keteguhan, keikhlasan, dan kesungguhan dalam menuntut pengetahuan serta menyebarkannya. Salah satu tokoh besar nan mempunyai kontribusi luar biasa dalam bumi pengetahuan adalah Syu’aib Al-Arnauth, seorang ustadz nan dikenal luas atas dedikasinya dalam bagian penelitian dan publikasi karya-karya klasik.

Dalam tulisan ini, kita bakal menelusuri kehidupan Syu’aib Al-Arnauth, mulai dari nama dan nasabnya hingga kontribusi dan warisannya bagi generasi setelahnya. Semoga tulisan ini menjadi inspirasi dan motivasi bagi kita untuk mencintai pengetahuan dan terus berupaya mempelajarinya.

Nama dan nasabnya

Beliau adalah Syu’aib bin Muharram Al-Arnauth, nan berasal dari family berdarah Albania. Orang Turki memberikan gelar “Al-Arnauth” (الأرنؤوط) kepada setiap pendatang dari wilayah Balkan (Yugoslavia dan Albania) ke Turki. Banyak dari mereka, setelah tiba di Turki namalain sekadar singgah, melanjutkan perjalanan ke negeri Syam.  [1]

Bapaknya dan hijrahnya ke Syam

Muharram, ayah dari Syekh Syu’aib Al-Arnauth, adalah seseorang nan mencintai para ustadz dan sangat antusias untuk berbaur dengan mereka. Ia berhijrah dari Albania ke Damaskus pada sekitar usia 57 tahun (pada tahun 1926 M), demi menjaga agamanya, kemudian menetap di sana.

Syekh Ibrahim Az-Zaybaq berkata, “Termasuk nan disebutkan kepada beliau (Muharram) adalah bahwa seorang muslim, jika resah agamanya bakal terfitnah di tanah kelahirannya, maka dia wajib berhijrah darinya. Jika tidak berhijrah, dia berada di bawah ancaman Allah Ta’ala dengan firman-Nya,

إِنَّ الَّذِينَ تَوَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ ظَالِمِي أَنفُسِهِمْ قَالُوا فِيمَ كُنتُمْ قَالُوا كُنَّا مُسْتَضْعَفِينَ فِي الْأَرْضِ قَالُوا أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوا فِيهَا فَأُولَبِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا

‘Sesungguhnya orang-orang nan diwafatkan oleh para malaikat dalam keadaan menzalimi diri sendiri, para malaikat berkata, ‘Dalam keadaan apa kalian ini?’ Mereka menjawab, ‘Kami adalah orang-orang nan tertindas di bumi.’ Para malaikat berkata, ‘Bukankah bumi Allah itu luas sehingga kalian dapat berhijrah di dalamnya?’ Maka, orang-orang itu tempatnya di neraka Jahanam, dan itu seburuk-buruk tempat kembali.’ (QS. An-Nisa: 97)

Mereka juga menyebut kepada beliau tentang negeri Syam, bahwa itu adalah tanah terbaik untuk berhijrah, sebagaimana disebutkan dalam hadis-hadis Nabi nan menjelaskan keistimewaan negeri tersebut dan keistimewaan penduduknya.” [2]

Kelahirannya dan pertumbuhannya

Syekh Ibrahim Az-Zaybaq melanjutkan,

رُزق محرم بعد سنتين من هجرته، وذلك سنة 1928م بأول مولود له ذكر ، وقد جاءه على كبر، فسماه شعيباً، تيمناً باسم ذلك النبي الكريم.

“Dua tahun setelah hijrahnya, adalah pada tahun 1928 M, Muharram dikaruniai anak pertama laki-laki. Anak tersebut lahir di usianya nan sudah tua, dan dia menamainya Syu’aib, sebagai corak optimis dengan nama Nabi Syu’aib ‘alaihis salam.” [3]

Syekh Syu’aib dibesarkan di bawah didikan kedua orang tuanya dalam lingkungan nan religius. Dalam masa itu, dia mempelajari dasar-dasar Islam dan menghafal banyak bagian dari Al-Qur’an. Keinginan nan tulus untuk memahami makna Al-Qur’an dengan mendalam serta menyelami rahasia-rahasianya mungkin menjadi salah satu argumen terkuat nan mendorongnya untuk mempelajari bahasa Arab sejak usia dini.

Ia menghabiskan lebih dari sepuluh tahun menghadiri masjid-masjid dan sekolah-sekolah antik di Damaskus, dengan tujuan menghadiri halaqah-halaqah pengetahuan bahasa Arab dalam beragam cabangnya, seperti nahwu, sharf, sastra, balagah, dan sebagainya. [4]

Menuntut pengetahuan dan guru-gurunya

Syekh Syu’aib mulai menuntut pengetahuan sejak usia kecil. Pada tahun 1933 M/1352 H, saat usianya mencapai lima tahun, ayahnya segera membawanya ke Sekolah Swasta (Madrasah ‘Ilmiyah Tijariyah) nan terletak di Gang Ar-Razi dekat Bimaristan An-Nuri di area Al-Hariqah. Di sana, dia mempelajari pengetahuan norma dan bahasa Arab. Ayahnya memilihkan sekolah unik ini untuknya, menjauhkannya dari sekolah-sekolah pemerintah nan diyakini dapat merusak para siswa dan menjauhkan mereka dari kepercayaan mereka. [5]

Syekh Syu’aib belajar dalam pengetahuan bahasa Arab kepada para pembimbing dan ustadz terkemuka di Damaskus pada masa itu. Di antara mereka adalah Syekh Shalih Al-Farfour dan Syekh ‘Arif Ad-Duwaji, nan keduanya merupakan siswa dari ustadz besar Syam pada zamannya, adalah Syekh Badruddin Al-Hasani. Ia mempelajari karya-karya terkenal dalam bahasa dan balagah Arab, seperti Syarh Ibnu ‘Aqil, Kafiyah karya Ibnu Al-Hajib, Al-Mufashshal karya Az-Zamakhsyari, Syudzur Adz-Dzahab karya Ibnu Hisyam, serta Asrar Al-Balaghah dan Dala’il Al-I’jaz karya Al-Jurjani. Ia juga belajar kepada Syekh Sulaiman Al-Ghawji Al-Albani, nan mengajarkan kitab Al-‘Awamil karya Al-Barkawi, Al-Idzhar karya Al-Athahli, dan kitab-kitab lainnya.

Setelah perjalanan panjang dan penuh upaya dalam mempelajari bahasa Arab, Syekh Syu’aib kemudian beranjak mendalami pengetahuan fikih Islam. Ia belajar kepada banyak ulama, khususnya dalam bagian fikih Hanafi, dengan mempelajari kitab-kitab seperti Maraqi Al-Falah karya Al-Shurunbulali, Al-Ikhtiyar karya Al-Mawshili, Al-Kitab karya Al-Quduri, serta Hasyiyah Ibnu ‘Abidin. Studi fikihnya melangkah selama tujuh tahun, nan juga diselingi dengan mempelajari ushul fikih, tafsir Al-Qur’an, musthalah hadits, dan kitab-kitab akhlak. Pada tahap ini, usianya telah melampaui tiga puluh tahun. [6]

Kesibukan dalam meneliti

Syekh Syu’aib menyadari pentingnya spesialisasi dalam pengetahuan sunah setelah memandang kekurangan para ustadz sezamannya dalam membedakan sabda sahih dan daif. Dengan tekad kuat, dia meninggalkan pekerjaan mengajar bahasa Arab sejak tahun 1955 M untuk konsentrasi pada tahqiq turats Islam.

Ia memulai tahqiq di Al-Maktab Al-Islami, Damaskus, pada tahun 1958 M, memimpin bagian tahqiq selama dua dasawarsa dan menyelesaikan lebih dari tujuh puluh kitab. Pada tahun 1982 M, dia berasosiasi dengan Mu’assasah Ar-Risalah di Amman, di mana kontribusinya semakin matang dan signifikan, menjadikan lembaga tersebut pelopor kebangkitan turats Islam. [7]

Murid-muridnya

Sejumlah siswa telah dididik oleh Syekh Syu’aib Al-Arna’uth dalam bagian tahqiq. Di antaranya adalah Muhammad Na’im Al-Arqasusi, Ibrahim Az-Zaybaq, ‘Adil Mursyid, dan ‘Umar Hasan Al-Qayyam. Syekh merasa ceria memandang setiap dari mereka bisa menjalankan tanggung jawab dengan betul terhadap pengetahuan sunah dan berdikari dalam pekerjaannya.

Pengaruh Syekh Al-Arna’uth tampak jelas pada kitab-kitab nan mereka tahqiq, sementara mereka tetap menjaga rasa hormat atas jasa dan perhatian Syekh kepada mereka. Hubungan Syekh dengan para muridnya seumpama hubungan seorang sahabat dengan teman-temannya, yaitu: dekat, penuh perhatian, dan berupaya memberi kegunaan serta bimbingan. [8]

Karyanya dalam penelitian

Syekh Syu’aib termasuk di antara para muhaqqiq dengan hasil karya nan sangat produktif. Kitab-kitab nan telah beliau tahqiq namalain beliau awasi tahqiq-nya mencapai lebih dari 240 jilid, mencakup beragam bagian seperti kitab-kitab sunnah nabawiyah, fikih, tafsir Al-Qur’an, biografi, akidah, pengetahuan musthalah hadits, sastra, dan lainnya.

Beberapa karyanya nan paling menonjol adalah:

Pertama: Syarh As-Sunnah karya Al-Baghawi, sebanyak 16 jilid, cetakan al-Maktab Al-Islami.

Kedua: Siyar A’lam An-Nubala’ karya Adz-Dzahabi, dalam 23 jilid.

Ketiga: Musnad Imam Ahmad, diterbitkan dalam 50 jilid, sebagai bagian dari Al-Mausu’ah Al-Haditsiyyah Al-Kubra nan direncanakan untuk diterbitkan oleh Mu’assasah Ar-Risalah di bawah supervisi Syekh.

Keempat: Syarh Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyyah karya Ibnu Abi Al-‘Izz, tahqiq berdampingan Dr. Abdullah At-Turki, dalam 2 jilid; ketiga kitab di atas merupakan cetakan Mu’assasah Ar-Risalah.

Kelima: At-Ta’liq Al-Mumajjad Syarh Muwaththa’ Muhammad, karya Imam Abu Al-Hasanat Muhammad Abdul Hayy Al-Laknawi Al-Hindi, dalam 4 jilid. Dalam proyek ini, beliau bekerja sama dengan Syekh Muhammad Na’im Al-Arqasusy. [9]

Wafatnya

Setelah mengabdikan hidupnya dalam penelitian dan ilmu, Syu’aib Al-Arnauth menghabiskan masa tuanya di Amman, Yordania, hingga akhir hayatnya. Beliau wafat pada hari Kamis, 26 Muharram 1438 H (27 Oktober 2016 M).

Ia meninggalkan warisan keilmuan nan luar biasa dan menjadi inspirasi bagi generasi peneliti setelahnya. Semoga Allah merahmati beliau. [10]

Hubungannya dengan Syekh Abdul Qodir Al-Arnauth

Syekh Syu’aib dan Abdul Qodir Al-Arnauth berasal dari latar belakang nan sama, adalah migran dari wilayah Balkan (Yugoslavia dan Albania) nan pindah ke Turki. Keduanya mempunyai hubungan nan erat dalam bagian keilmuan, termasuk bekerja sama dalam beberapa proyek penelitian. Keduanya adalah kerabat seiman (bukan kerabat kandung, sebagaimana banyak nan menyangka demikian), kawan seperjuangan dalam menuntut ilmu, rekan kerja, dan mitra dakwah.

Syekh Syu’aib terbiasa menuliskan nama keluarganya sebagai Al-Arna’ut (الأرنؤوط) tanpa huruf alif, sedangkan Syekh Abdul Qadir menuliskannya (الأرناؤوط) dengan huruf alif. [11]

Hubungannya dengan Syekh Al-Albani

Di antara tokoh terkenal dari kalangan Al-Arna’uth dalam pengetahuan sabda di Syam adalah Asy-Syekh Al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin bin Nuh Najati Al-Arnauthi.

Ayah Syekh Nashiruddin (Nuh Najati Adam Al-Albani) dan ayah Syekh Syu’aib (Muharram Al-Albani Al-Arnauthi) adalah dua sahabat karib. Keduanya berhijrah berdampingan demi menjaga kepercayaan mereka dan melindungi family mereka. [12]

Syekh Syu’aib juga mempunyai hubungan baik dengan Syekh Muhammad Nashiruddin Al-Albani. Keduanya menekuni pengetahuan hadis. Meskipun, terdapat perbedaan pendapat dalam beberapa hal, hubungan mereka tetap dihiasi rasa saling menghormati. Syekh Syu’aib mengatakan,

والفن الذي تميز به الشيخ ناصر هو علم الحديث النبوي الشريف، فقد انكب على دراسته سنين طويلة، قاربت الستين عاماً من عمره، بيد أن شأنه فيه شأن غيره من المحدثين قبله، يصيب فيه ويخطئ.

“Bidang pengetahuan nan menjadi skill Syekh Nashir (yaitu, Syekh Muhammad Nashiruddin Al-Albani) adalah pengetahuan sabda Nabi nan mulia. Ia telah menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk mempelajarinya, nyaris enam puluh tahun dari hidupnya. Namun, seperti para mahir sabda lainnya sebelum beliau, terkadang beliau betul dan terkadang juga salah dalam perihal tersebut.” [13]

Semoga Allah Ta’ala merahmati Syekh Syu’aib Al-Arnauth dan para ustadz lainnya nan telah mengabdikan hidup mereka untuk menjaga dan menyebarkan pengetahuan agama. Semoga kebaikan kebaikan mereka diterima di sisi-Nya, dosa-dosa mereka diampuni, dan pengetahuan nan telah mereka wariskan menjadi sinar bagi umat Islam di seluruh dunia. Kami memohon kepada Allah agar memberikan kepada kita taufik untuk mengikuti jejak mereka dalam keikhlasan dan pengabdian terhadap ilmu.

***

Rumdin PPIA Sragen, 14 Jumadilawal 1446 H

Penulis: Prasetyo Abu Ka’ab

Artikel: KincaiMedia

Referensi utama:

Al-Zaybaq, Ibrahim. Al-Muhaddits Al-‘Allamah Asy-Syaikh Syu’aib Al-Arna’uth: Siratuhu fi Thalab Al-‘Ilm wa Juhuduhu fi Tahqiq At-Turats. Cetakan Pertama. Beirut: Dar Al-Basya’ir Al-Islamiyyah, 1433 H/2012 M; laman 22, catatan kaki pertama.

Catatan kaki:

[1] https://www.alukah.net/culture/0/158968/

[2] Al-Muhaddits Al-‘Allamah Asy-Syaikh Syu’aib Al-Arna’uth, hal. 19.

[3] ibid. hal. 23.

[4] Lihat https://www.alukah.net/culture/0/893/

[5] Al-Muhaddits Al-‘Allamah Asy-Syaikh Syu’aib Al-Arna’uth, hal. 24.

[6] https://www.alukah.net/culture/0/893/

[7] Diringkas dari https://www.alukah.net/culture/0/893/

[8] ibid.

[9] Lihat Al-Muhaddits Al-‘Allamah Asy-Syaikh Syu’aib Al-Arna’uth, hal. 217-228.

[10] https://www.alukah.net/culture/0/158968/

[11] ibid.

[12] Lihat Al-Muhaddits Al-‘Allamah Asy-Syaikh Syu’aib Al-Arna’uth, hal. 17.

[13] ibid. hal. 119.

Selengkapnya
lifepoint upsports tuckd sweetchange sagalada dewaya canadian-pharmacy24-7 hdbet88 mechantmangeur mysticmidway travelersabroad bluepill angel-com027