Biografi Ringkas Syekhul Islam Ibnu Taimiyah (bag. 2)

Sedang Trending 2 minggu yang lalu
ARTICLE AD BOX

Sifat fisik

Ibnu Katsir menyebut perkataan Imam Al-Dzahabi dalam kitabnya, “Ia berkulit putih, mempunyai rambut dan janggut hitam, sedikit beruban, suaranya keras dan jelas, rambutnya sampai ke ujung telinga, fasih berbicara, matanya tajam seakan-akan matanya bisa berbicara, tubuhnya sedang, dengan jarak antara bahunya nan lebar, kadang tampak tegas, namun dia bisa mengendalikan tegasnya dengan kesabaran.”[1]

Al-Hafiz Al-Bazzar berkata: “Sesungguhnya sangat jarang terdengar seseorang seperti beliau.”[2

Akhlak dan sifat-sifatnya

Akhlaknya terpancar melalui penerapan dan pengamalan Al-Qur’an dan Sunnah, sehingga tampak dalam langkah berinteraksi dan hubungan baiknya dengan orang lain. Berikut adalah beberapa etika nan dimiliki oleh Imam Ibn Taimiyah:

Keutamaan berbagi, meskipun dalam keadaan miskin

Meskipun hidup sederhana, Imam Ibn Taimiyah selalu mengutamakan orang lain dengan apa nan dia miliki, baik itu sedikit namalain banyak. Ia apalagi tidak meremehkan sedikit pun nan dia miliki dan tetap mendermakan apa nan ada, apalagi jika dia tidak mempunyai apa-apa, dia bakal melepaskan sebagian pakaiannya untuk diberikan kepada orang miskin. Suatu ketika, dia memandang seorang laki-laki memerlukan penutup kepala, dan tanpa diminta, dia membagi sorbannya menjadi dua bagian: satu untuk dirinya dan satu untuk laki-laki tersebut.[3]

Kedermawanannya

Imam Ibn Taimiyah dikenal sangat dermawan. Beliau memberikan apa saja nan diminta darinya, seperti uang, pakaian, buku, dan lainnya. Suatu ketika, ada seseorang nan meminta sebuah kitab untuk dipelajari, dan beliau memerintahkan orang tersebut untuk memilih kitab apa saja. Bahkan, beliau tidak ragu memberikan kitab nan sangat berbobot nan baru saja dia beli. Beliau juga sangat murah hati dalam menyebarkan ilmu, menjelaskan perbedaan pendapat para ulama, dan memberikan jawaban lebih dari nan diminta, untuk memberi kegunaan lebih banyak kepada orang nan bertanya.[4]

Ke-wara’-annya

Imam Ibn Taimiyah mempunyai sifat wara‘ nan sangat tinggi. Ia tidak terlibat dalam urusan jual beli, bisnis, namalain urusan duniawi lainnya, serta tidak menerima bingkisan namalain duit dari pemerintah namalain penguasa. Hidupnya sangat sederhana dan segala nan dia miliki hanya pengetahuan nan dia wariskan kepada umat. Beliau mengikuti jejak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam nan tidak mewariskan duit namalain harta, melainkan pengetahuan nan berfaedah bagi umat.[5]

Kecerdasannya

Imam Ibn Taimiyah diberkahi dengan skill memahami masalah dengan sangat cepat. Banyak orang nan menyaksikan beliau memberikan jawaban dan solusi tepat sebelum mereka sempat bertanya. Beliau juga dikenal bisa mengetahui keadaan orang lain tanpa diberitahu, seperti saat seorang laki-laki nan baru tiba di kota dan sakit, beliau sudah mengetahui dan menolongnya.[6]

Tawadhu‘ dan tidak sombong

Imam Ibn Taimiyah dikenal dengan sifat tawadhu‘ nan sangat tinggi. Ia tidak pernah menunjukkan kesombongan terhadap siapa pun, baik terhadap orang besar maupun kecil. Ia selalu menyapa, berinteraksi, dan memperhatikan kebutuhan orang lain, terutama orang miskin dan lemah. Bahkan, beliau rela membantu mereka dengan tangannya sendiri dan mengunjungi orang sakit setiap minggu. Ia tidak merasa tinggi hati, meskipun beliau seorang intelektual besar dan pejuang agama. Tawadhu‘ beliau terlihat jelas dalam langkah dia berinteraksi dengan orang lain, baik murid, teman, namalain orang nan baru dikenalnya.[7]

Pengangkatannya sebagai pengajar

Imam Ibn Taimiyyah mengambil posisi sebagai pengajar pada usia dua puluh tahun, nan bukan perihal baru bagi keluarganya nan terkenal dengan pengetahuan pengetahuan. Kehidupan Imam Ibn Taimiyyah, tumbuh dalam family nan dikenal dengan pengetahuan pengetahuan, serta memperoleh pengetahuan dari keluarganya dan ustadz di zamannya sejak kecil, ditambah dengan kepintaran nan tampak sejak muda, mempersiapkannya untuk memegang posisi pengajaran. Tempatnya telah siap, dan bangku pengajaran kosong setelah ayahnya, nan merupakan pemimpin sabda nan meninggal pada tahun 682 H. Ibn Taimiyyah menggantikan posisi ayahnya setahun setelah kematian ayahnya, adalah pada usia 22 tahun, nan membuatnya layak menduduki posisi tertinggi dalam bagian ilmu. Dengan apa nan telah dianugerahkan Allah kepadanya, serta kepribadiannya nan luar biasa, dia menjadi sosok nan luar biasa sejak kecil. “Ia sering menghadiri sekolah-sekolah dan pertemuan ilmiah sejak kecil, berbincang dan mengalahkan para ustadz senior, dan memberikan jawaban nan membikin mereka terheran-heran. Ia sudah memberi fatwa sebelum berumur sembilan belas tahun, mulai mengumpulkan dan menulis karya ilmiah, dan namanya semakin terkenal di seluruh dunia. Pada tahun 681 H, dia mulai mengajarkan tafsir Al-Qur’an di masjid, membacakan ayat-ayat Al-Qur’an dengan lancar dan tidak terbata-bata, dengan bunyi nan jelas dan fasih, nan memukau siapa pun nan hadir. Bahkan, para ustadz besar pada era itu mengaguminya, memberikan pujian atas pengajarannya dan banyak kegunaan nan didapatkan, terkejut dengan ketajaman pemikirannya dan skill memahaminya dengan cepat. Seiring berjalannya waktu, dia terus berkembang dengan kualitas pribadi dan talenta luar biasa, serta pengetahuan nan luas. Ia mulai memberikan pelajaran di masjid besar dengan bahasa Arab nan jelas dan fasih. Banyak orang nan memperhatikannya, dan banyak nan menjadi murid-muridnya nan setia, mengikuti ajarannya. Meskipun pendengarnya beragam (baik nan mendukung namalain nan menentang, pengikut sunnah namalain nan berpandangan berbeda), dia tetap mengajar dengan penuh semangat. Pelajarannya berfokus pada penghidupan aliran nan diterima oleh para sahabat di abad pertama, nan menerima Islam dalam corak nan murni, tanpa pemikiran asing namalain penyimpangan.”[8]

Wafat

Imam Ibnu Taimiyah wafat pada malam Senin, tanggal 20 Zukaidah tahun 728 H, di Benteng Damaskus, di ruangan tempat beliau dipenjara. Banyak orang nan datang ke tembok tersebut untuk memandang jenazah beliau, dan mereka diizinkan masuk untuk mengunjunginya, silam mereka pergi. nan tinggal hanyalah orang-orang nan bekerja memandikan jenazah namalain membantu proses memandikannya. Mereka adalah sejumlah ustadz dan orang saleh, termasuk Imam Al-Mizzi dan lainnya.

Setelah selesai dimandikan, tembok tersebut, serta area di sekitarnya, dipenuhi oleh orang-orang. Banyak sekali manusia nan berkumpul di tembok hingga jalan menuju Masjid Jami‘. Ketika buletin wafatnya tersebar, nyaris tidak ada seorang pun di Damaskus nan bisa datang untuk salat jenazah, selain ikut hadir. Orang-orang menangis, memuji, dan mendoakan beliau dengan penuh rasa belas kasih.

Jenazah Imam Ibnu Taimiyah kemudian dibawa ke Masjid Jami‘ Bani Umayyah, dengan angan masjid tersebut bisa menampung seluruh jemaah. Namun, banyak orang nan tetap berada di luar masjid lantaran padatnya kerumunan. Jenazahnya diusung oleh para pembesar, bangsawan, dan orang-orang terhormat, serta mereka nan merasa mendapatkan kehormatan untuk ikut memikulnya.

Setelah itu, jenazah dibawa ke tanah lapang nan luas, di mana orang-orang kembali melaksanakan salat jenazah. Jenazah kemudian diangkat di atas kepala orang-orang nan memadati, maju mundur lantaran derasnya arus manusia. Suara tangisan, rintihan, doa, dan pujian untuk beliau terdengar di mana-mana. Di tengah kerumunan, seseorang berteriak, “Inilah nan layak untuk jenazah para Imam Ahli Sunah!” Hal ini membikin orang-orang semakin menangis dengan sangat.

Jenazah akhirnya dimakamkan di Pemakaman Shufiyyah sebelum waktu Asar. Diperkirakan jumlah wanita nan datang mencapai 15 ribu orang, sedangkan jumlah laki-laki berkisar antara 60 hingga 200 ribu orang. Tidak pernah terlihat prosesi pemakaman sebesar ini selain untuk Imam Ahmad bin Hanbal, lantaran keduanya mempunyai keistimewaan ilmu, amal, zuhud, ibadah, meninggalkan dunia, dan konsentrasi pada akhirat.

Salah satu tanda husnul khatimah Imam Ibnu Taimiyah adalah wafatnya beliau setelah selesai membaca firman Allah:

إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ وَنَهَرٍ فِي مَقْعَدِ صِدْقٍ عِنْدَ مَلِيكٍ مُقْتَدِرٍ

“Sesungguhnya orang-orang nan bertakwa berada di dalam taman-taman (surga) dan sungai-sungai, di tempat nan disenangi di sisi Tuhan nan Mahakuasa.“[9]

Perkataan ustadz tentang Ibnu Taimiyyah

Para ustadz besar pada masa Imam Ibnu Taimiyah banyak memuji beliau dan memberikan sanjungan nan melimpah. Hal ini disebabkan lantaran mereka menyaksikan gimana beliau menggabungkan antara ucapan dan perbuatan, menjadi seorang pemimpin dalam agama, sekaligus hidup dalam kezuhudan terhadap gemerlap dunia.

Mereka juga memandang gimana beliau senantiasa mengikuti jejak para salaf saleh, menghidupkan petunjuk mereka, dan mengibarkan panji jihad di jalan Allah. Semua ini menjadikan beliau sosok ustadz nan dihormati dan dicintai oleh generasi pada zamannya.

Imam Ibnu Daqiq Al-‘Id berkata, “Ketika saya berjumpa dengan Ibnu Taimiyah, saya memandang seorang laki-laki nan semua pengetahuan berada di depan matanya. Ia mengambil apa nan dia kehendaki dan meninggalkan apa nan dia kehendaki. Aku berbincang kepadanya,’Aku tidak pernah menyangka bahwa Allah tetap menciptakan orang sepertimu!'”[10]

Imam Adz-Dzahabi mengatakan, “Ia adalah tanda keajaiban dalam kepintaran dan kecepatan pemahaman, pemimpin dalam pengetahuan Al-Qur’an dan Sunnah serta perbedaan pendapat, samudra dalam pengetahuan naqli. Pada masanya, dia adalah satu-satunya nan unggul dalam ilmu, kezuhudan, keberanian, kedermawanan, amar ma’ruf nahi mungkar, serta banyaknya karya tulisnya.” Beliau juga berkata, “Ia terlalu besar untuk seseorang seperti diriku menyoroti biografinya. Jika saya disumpah di antara Rukun dan Maqam, saya bakal berjanji bahwa saya belum pernah memandang dengan mataku seseorang sepertinya, dan bahwa dia pun tidak pernah memandang dirinya seperti dalam perihal ilmu.”[11]

***

Penulis: Gazzeta Raka Setyawan

Artikel: KincaiMedia

Catatan kaki:

[1] Al Bidayah wa An Nihayah, 14137.

[2] Imam Abdi Al-Hadi, Al- ‘Uqud Ad-Durriyyah, hal. 294.

[3] Al-Hafizh Al-Bazzar, Al-A‘lam Al‘Aliyyah, hal. 85.

[4] Ibid, hlm. 59-61 dengan perubahan dan diringkas.

[5] Op.cit, hlm. 41.

[6] Ibid, hlm. 53-58.

[7] Ibid, hlm. 48.

[8] Imam Ibnu Al-Waridi dalam kitabnya Tatimmu Al Mukhtashar, hal. 408 dengan perubahan.

[9] QS. Al-Qamar: 54-55.

[10] Al Imam Mar’iy Al-Karamiy, Al-Kawakib Addurriyyah, hal. 56.

[11] Ibid, hal. 62.

Selengkapnya
lifepoint upsports tuckd sweetchange sagalada dewaya canadian-pharmacy24-7 hdbet88 mechantmangeur mysticmidway travelersabroad bluepill angel-com027