Benarkah Harta Haram Bisa Disucikan Zakat 2,5 Persen?

Sedang Trending 3 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

KincaiMedia, JAKARTA -- Hukum dasar korupsi di dalam Islam adalah haram. Alquran pun dengan tegas melarang kita untuk menyantap kekayaan dengan jalan nan batil. "Dan janganlah (sebagian) Anda menyantap kekayaan sebagian nan lain di antara Anda dengan jalan batil dan (janganlah) Anda membawa (urusan) kekayaan itu kepada pengadil agar Anda dapat menyantap sebagian dari kekayaan peralatan orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal Anda mengetahui" (QS al-Baqarah [2]: 188).

Sebaliknya, kebaikan merupakan salah satu dari rukun Islam nan lima. Zakat tidak bisa dikesampingkan lantaran berbudi pekerti wajib. Di dalam Alquran, Allah menyebut perintah kebaikan beriringan dengan perintah shalat sebanyak 82 kali. "Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah berdampingan orang-orang nan rukuk" (QS al-Baqarah: 43).

Shaleh Al Fauzan dalam Fiqih Sehari-hari menjelaskan, tanggungjawab kebaikan dimaksudkan demi kebaikan manusia itu sendiri. Zakat menjadi sarana untuk menyucikan dan menjaga harta.

Tak hanya itu, kebaikan pun berfaedah sebagai sarana penghambaan kepada Allah SWT, sebagaimana firman-Nya, "Ambillah kebaikan dari sebagian kekayaan mereka, dengan kebaikan itu Anda membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya angan Anda itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui" (QS at-Taubah:103).

Meski kebaikan berfaedah untuk menyucikan kekayaan seseorang, perihal itu tidak berfaedah bahwa kebaikan seseorang sah saat dikeluarkan dari kekayaan nan haram. Keharaman itu dilihat baik dari sifatnya maupun langkah mendapatkan kekayaan tersebut. Rasulullah SAW pun mengatakan, infak nan berasal dari kekayaan haram tidak bakal menjadikan pahala.

"Barangsiapa nan mengumpulkan kekayaan dari langkah nan haram kemudian dia bersedekah darinya, maka dia tidak mendapatkan pahala apa pun, apalagi dia tetap menanggung dosa dari kekayaan haram tersebut" (HR al-Baihaqi, al-Hakim, Ibnu Huzaimah, dan Ibnu Hibban dari Abu Hurairah).

Pendapat Imam al-Qurthubi sebagaimana dikutip dari kitab Fathu al-Baari menjelaskan bahwa infak alias kebaikan dari kekayaan haram tidak diterima. Alasannya, kekayaan haram pada hakikatnya bukan merupakan kewenangan miliknya. Dengan demikian, pemilik kekayaan haram dilarang menasarufkan kekayaan tersebut dalam corak apa pun.

Adapun bersedekah merupakan bagian dari tasaruf (penggunaan) harta. Seandainya infak dari kekayaan haram dianggap sah maka seolah-olah ada satu perkara nan di dalamnya berkumpul perintah dan larangan. Itu pun menjadi perihal mustahil.

Menarik jika memandang pendapat Imam Ibnu Nujaim sebagaimana dikutip dalam kitab al-Bahru al-Raaiq (2/221). Dia menjelaskan, tidak wajibnya bayar kebaikan atas kekayaan haram sekalipun sudah sampai satu nisab.

Menurut dia, seandainya ada seseorang nan mempunyai kekayaan haram seukuran nisab, maka dia tidak wajib berzakat lantaran nan menjadi tanggungjawab atas orang tersebut adalah membebaskan tanggung jawabnya atas kekayaan haram itu dengan mengembalikan kepada pemiliknya namalain para mahir waris—jika bisa diketahui—atau disedekahkan kepada fakir miskin secara keseluruhan kekayaan haram tersebut dan tidak boleh sebagian saja.

Mengambil kebaikan dari kekayaan nan haram pun menjadi pembahasan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Fatwa MUI Nomor 13 Tahun 2011 menjelaskan, kebaikan wajib ditunaikan dari kekayaan nan halal, baik hartanya maupun langkah perolehannya.

Harta haram tidak menjadi objek wajib zakat. Kewajiban bagi pemilik kekayaan haram adalah bertobat dan membebaskan tanggung jawab dirinya dari kekayaan haram tersebut.

Selengkapnya
lifepoint upsports tuckd sweetchange sagalada dewaya canadian-pharmacy24-7 hdbet88 mechantmangeur mysticmidway travelersabroad bluepill angel-com027