ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Pada umumnya, mengungkapkan jenis kelamin janin kerap dilakukan oleh nyaris seluruh Ibu mengandung di bagian Dunia termasuk di Indonesia.
Bahkan perihal tersebut menjadi salah satu momen paling seru saat cek kehamilan. Di Indonesia, mengetahui jenis kelamin janin sudah seperti tradisi. Bahkan, banyak Bunda nan langsung menyiapkan nama, warna baju, hingga tema bilik bayi berasas hasil USG.
Namun ternyata, di Korea Selatan, perihal ini dilarang keras, lho Bunda. Kenapa ya, Bunda? Yuk, kita bahas!
Larangan ungkap jenis kelamin janin di Korea
Korea Selatan adalah negara nan dikenal dengan nilai-nilai tradisionalnya, salah satunya soal kemauan mempunyai anak laki-laki untuk meneruskan nama keluarga.
Budaya ini sempat memengaruhi keputusan orang tua saat mengetahui jenis kelamin janin. Akibatnya, dulu pernah ada ketidakseimbangan jumlah antara bayi laki-laki dan wanita lantaran praktik aborsi selektif berasas jenis kelamin.
Larangan ini muncul lantaran dulu, Korea Selatan sempat menghadapi masalah ketimpangan gender. Larangan tersebut diperkenalkan pada tahun 1987 ketika aborsi selektif jenis kelamin merajalela. Banyak family lebih memilih anak laki-laki dibandingkan wanita lantaran dianggap lebih 'berharga' secara tradisional, misalnya untuk mewarisi nama family namalain mendukung orang tua di masa tua.
Ketika ketentuan tersebut pertama kali diperkenalkan 30 tahun nan lalu, banyak anak perempuan, berasas jenis kelamin mereka, kehilangan kesempatan hidup lantaran preferensi nan meluas terhadap anak laki-laki.
Dilansir dari Hankyoreh, rasio jenis kelamin alami adalah sekitar 104-106 anak laki-laki untuk setiap 100 anak perempuan, tetapi ketika rasio tersebut mencapai titik terburuknya pada 1990-an, 116,5 anak laki-laki lahir untuk setiap 100 anak perempuan.
Pada saat itu, rasio jenis kelamin untuk anak pertama adalah 108,5 sedangkan rasio jenis kelamin untuk anak kedua dan ketiga masing-masing adalah 117,1 dan 193,7, nan menandakan ketidakseimbangan nan parah.
Akibatnya, ada tren nan mengkhawatirkan adalah aborsi selektif berasas jenis kelamin. Dalam kepercayaan neo-Konfusianisme nan tersebar luas bahwa laki-laki meneruskan garis keturunan keluarga. Sehingga, ketika family tahu janin adalah perempuan, mereka condong menggugurkannya untuk mencoba lagi sampai mendapatkan anak laki-laki.
Pemerintah Korea Selatan pun membikin kebijakan krusial lainnya bagi orang tua dan calon orang tua nan dilakukan pada hari sebelumnya ketika Majelis Nasional mengesahkan revisi undang-undang medis nan melarang pengungkapan jenis kelamin janin.
Undang-undang tersebut membatasi kewenangan dasar orang tua untuk mengetahui jenis kelamin anak mereka nan belum lahir sebelum minggu ke-32 kehamilan, dengan hanya keadaan nan sangat luar biasa berupa aborsi selektif jenis kelamin. Undang-undang tersebut mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi pada bulan Februari nan menyatakan larangan tersebut tidak konstitusional.
Penurunan nomor kelahiran di Korea
Dilansir dari BBC, secara global, Korea Selatan menjadi negara terekstrem nan mengalami penurunan nomor kelahiran dibandingkan dengan negara maju lainnya.
Dalam waktu 50 tahun, jumlah orang usia kerja bakal berkurang setengahnya, jumlah nan memenuhi syarat untuk mengikuti wajib militer negara itu bakal menyusut hingga 58 persen, dan nyaris separuh dari populasi bakal berumur lebih dari 65 tahun.
Hal ini menjadi pertanda jelek bagi ekonomi, biaya pensiun, dan keamanan negara sehingga para politisi telah menyatakannya sebagai "darurat nasional". Selama nyaris 20 tahun, pemerintah berturut-turut telah menggelontorkan duit untuk mengatasi masalah tersebut - tepatnya 379,8 triliun KRW ($286 miliar; £226 miliar).
Sementara itu, pada 2022, hanya 2 persen kelahiran di Korea Selatan terjadi di luar nikah. Bagi pasangan nan bekerja, baik laki-laki maupun wanita di Korea Selatan, berkuasa atas libur selama satu tahun selama delapan tahun pertama kehidupan anak mereka. Namun pada tahun 2022, hanya 7 persen Ayah baru nan menggunakan sebagian libur mereka, dibandingkan dengan 70 persen ibu baru.
Pemerintah Korea gratiskan operasi caesar
Awal tahun ini, pemerintah Korea Selatan memulai kebijakan baru dengan menggratiskan biaya persalinan caesar sebagai bagian dari upaya mengatasi krisis kelahiran rendah nan terus menjadi perhatian utama negara tersebut.
Dilansir dari The Korea Times, mulai 1 Januari, Layanan Asuransi Kesehatan Nasional bakal menanggung sepenuhnya biaya tersebut. Pengumuman ini muncul lantaran semakin banyak wanita melahirkan melalui operasi caesar. Menurut Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan, proporsi mereka nan menjalani prosedur tersebut melampaui 50 persen untuk pertama kalinya pada tahun 2019 dan terus bertambah sejak saat itu. Bahkan tahun lalu, mereka mencapai 64,3 persen, dibandingkan dengan 35,7 persen nan melahirkan anak melalui persalinan alami.
“Keputusan ini dibuat setelah mengumpulkan pendapat dari orang-orang, banyak di antaranya meminta pemerintah untuk memperluas support bagi semua pasangan nan mau mempunyai anak,” kata Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan Korea selatan dalam keterangan tertulisnya.
Dalam kebijakan lain nan diumumkan pada rapat nan diadakan pada hari nan sama oleh Komite Presiden mengenai Kebijakan Masyarakat dan Populasi Lanjut Usia, para pejabat mengatakan mereka bakal membantu airport di seluruh negeri menciptakan lingkungan nan lebih ramah anak dengan memberikan lebih banyak kegunaan parkir bagi orang tua dengan dua anak namalain lebih dan dengan menyiapkan lebih banyak akomodasi dan jasa intermezo bagi mereka.
Bagi Bunda nan mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join organisasi KincaiMedia Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(pri/pri)